Indonesia dikenal sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Bahkan, dengan jumlah produksi 45 juta metrik ton, Indonesia menghasilkan 58% dari total minyak sawit yang ada di seluruh dunia.
Di sisi lain, konsumsi daging sapi Indonesia jauh lebih kecil dibanding rata-rata konsumsi daging sapi di dunia. Konsumsi daging sapi Indonesia pada 2022 hanya sebesar 2,6 kg per kapita (penduduk) per tahun. Angka ini jauh lebih kecil jika dibandingkan konsumsi rata-rata daging sapi di dunia yang sebesar 6,1 kg per kapita per tahun.
Konsumsi daging sapi yang rendah bisa jadi disebabkan oleh tingginya harga daging sapi di Indonesia. Hal ini juga bisa jadi disebabkan oleh kurangnya produksi daging sapi dalam negeri. Dari 700 ribu ton konsumsi daging sapi, hanya 400 ribu ton yang berasal dari produksi daging sapi dalam negeri. Jadi, hampir separuh dari persediaan daging sapi nasional berasal dari impor. Hal ini bisa jadi menjadi pemicu tingginya harga daging sapi sekaligus membuat konsumsi daging sapi rendah.
Rendahnya produksi daging sapi perlu menjadi perhatian bersama. Peningkatan produktivitas peternakan sapi yang menghasilkan daging sapi pun menjadi sesuatu yang urgen untuk dilakukan.
Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA) pun menjadi salah satu model alternatif dalam peningkatan produktivitas ternak sapi. Bukan hanya sapi, perkebunan kelapa sawit pun diuntungkan dengan model ini. SISKA sendiri merupakan bentuk integrasi peternakan sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Model alternatif ini menjadikan sebagian lahan perkebunan kelapa sawit digunakan untuk pemeliharaan sapi.
Biomassa yang dihasilkan dan tidak terpakai dalam perkebunan kelapa sawit, seperti bungkil inti sawit, pelepah, daun, tandan kosong, serat perasan buah kelapa sawit, dan lumpur sawit bisa dijadikan sumber pakan konsentrat buat sapi. Rerumputan yang tumbuh di bawah pepohonan sawit pun bisa menjadi pakan ternak sapi. Sebaliknya, kotoran sapi juga bisa menjadi pupuk organik buat tanaman kelapa sawit. Hal ini bisa mengurangi biaya penyediaan pakan sapi sekaligus biaya penyediaan pupuk kelapa sawit.
Integrasi sapi sawit inilah yang dijadikan salah satu solusi dalam mengatasi masalah yang dihadapi petani sawit di dua desa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, provinsi Jambi. Jayus dan Trimanto adalah dua kepala desa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Mereka mengeluhkan petani sawit harus menunggu selama 2-3 tahun saat melakukan peremajaan perkebunan sawit mereka. Saat peremajaan ini tentu tanaman sawit belum bisa produktif dan menghasilkan panen yang mendatangkan penghasilan bagi petani.
Dalam masa tunggu tersebut, mereka berencana menggunakan lahan perkebunan sawit mereka untuk beternak sapi. Mereka pun menjadikan Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit sebagai salah satu solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Namun, mengelola peternakan sapi yang terintegrasi dengan kebun kelapa sawit tentu bukan pekerjaan mudah.
Untuk membantu integrasi sapi sawit di dua desa tersebut, tim dari Universitas Jambi (UNJA) dan Dimitra Incorporated pun melakukan kemitraan strategis. Dimitra Incorporated sendiri adalah sebuah perusahaan AgTech (agriculture technology) global yang memiliki misi untuk menyediakan teknologi bagi para petani di seluruh dunia.