Waisak dan Saya
Ini ditulis dari kacamata penulis yang awam.
Sebuah renungan tentang dirinya dan isi kepalanya tentang arah menjalani kehidupan.
Hari Raya Waisak tahun ini jatuh pada 23 Mei, 2024.
Hari besar ini tidak menginspirasi hingar-bingar atau perayaan megah dengan makan makanan enak yang mahal-mahal.
Sebaliknya, hari besar ini memberikan ruang keheningan untuk evaluasi diri yang menuntun pada sebuah penyadaran yang personal---tidak sama; berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Dan perbedaan interpretasi ini bukan masalah.
Tulisan ini adalah sebuah pemahaman dari penulis.
Bukan sebuah agama.
Bagi penulis, Buddhisme bukanlah sebuah konsep yang dapat dikategorikan sebagai sebuah agama.
Buddhisme tidak membahas tentang kewajiban menyembah Tuhan yang mengasihi.
Pun juga tidak mendengungkan penghakiman Tuhan dan penyiksaan di dalam neraka karena manusia telah berbuat dosa.
Buddhisme adalah sebuah filosofi; sebuah cara pandang tetang kehidupan.
Maka ajaran ini lebih banyak membahas tentang bagaimana cara untuk 'hidup' ketika manusia masih bernyawa dan menjalani kehidupannya di bumi.
If I can't say 'abstain', Buddhism does not focus on penciptaan, dimana manusia belum hidup ataupun masa penghakiman, dimana manusia telah mati.
Lagi, seseorang pun tidak perlu memeluk agama Buddha untuk menerapkan ajarannya.
Karena Buddhisme tidak berakar dari ritual-ritual khusus.
Buddhisme, bagi penulis, adalahÂ
sebuah panduan bagaimana manusia menjalani kehidupannya selama dia masih hidup untuk mencapai keluhuran.
What impresses the writer most is the idea of 'the power of thoughts'.
Penulis sempat membaca sebuah pernyataan dari Gautama Buddha, "The mind is everything. What you think you become."
Di sinilah penulis menemukan di mana letak Surga dan Neraka itu.
Di atas.
Di bawah rambut.
Di dalam pikiran.
Manusia menciptakan surga dan neraka di dalam kepalanya.
Di dalam pikiran yang penuh dengan iri hati, kesedihan atas pencapaian orang lain, kemarahan, craving dan kebencian, di situlah neraka. Di dalam keadaan yang seperti ini manusia hidup di dalam neraka yang dia ciptakan sendiri.
Sekaya apapun seseorang, seelok apapun rupanya, sebaik apapun pendidikan, pekerjaan dan latar belakang keluarganya. Apabila pikirannya dipenuhi dengan kabut hitam, maka bagi dia, dunia ini adalah sebuah neraka, di mana dia tidak dapat merasakan kebahagiaan.