Mohon tunggu...
DiMei
DiMei Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang murid di sekolah kehidupan

Seorang manusia dan murid yang biasa-biasa saja. Ingin berbagi cerita kepada semua yang mau sama-sama belajar tentang apa saja. Berharap tulisan saya dapat menjadi sebuah titik kecil di dunia yang kadangkala terlalu sibuk untuk sekadar berhenti sejenak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjinakkan Rasa Takut: Berani atau Nekat?

30 Oktober 2023   00:37 Diperbarui: 30 Oktober 2023   00:43 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila setelah mengevalusi segala kemungkinan dengan pikiran jernih, persentase keberhasilan adalah di atas 50% dan kita mengambil kesempatan itu.
Ini lah keberanian.
Berani mengambil risiko.

Namun, apabila hasil evaluasi mengatakan bahwa kemungkinan untuk sukses adalah di bawah 50% dan kita tetap melanjutkannya, ini yang namanya nekat.
Terjun bebas dari lantai 5 gedung bertingkat misalnya. Kemungkinan untuk hidup adalah 0%.
Jika tetap melanjutkannya, maka bukan berani, namanya, tapi nekat untuk mati konyol.

Berani dan nekat.

Pembedanya adalah apakah kita bergerak berdasarkan 'data'?
__
Di satu waktu, singkat cerita, penulis pun takut kehilangan seseorang yang sangat dia sayangi.
Lagi-lagi Si Takut mengulang-ulang 3 jurus jitunya: trauma, 'fakta' dan ajakan berkelana.

Apabila kita ikut di dalam permainannya, rekan-rekan pembaca dapat membayangkan bagaimana Si Takut menyiram kepala kita dengan seember derita.
Orang yang disayang masih di depan mata, tetapi kita tidak bisa menikmati moments dengannya.
Tenggelam di dalam ketakutan akan kehilangan, justru kita tidak dapat menikmati kebersamaan yang masih tersisa.
Padahal kita sangat tidak ingin merusak masa kini yang sangat berharga dengan 'apabila'.

Maka penting untuk menjinakkan rasa takut dengan memfokuskan pikiran kita di masa 'kini'.
Hal ini akan membuat Si Takut sedikit yakin untuk menutup mulutnya sejenak.
Si Takut ini tidak jahat, tapi lebay akut saja sebenarnya. Childish.

Katakan padanya:
"Kamu benar. Rasa sakit dan perpisahan itu akan terjadi.
Tapi itu kan masih nanti!
Yang lebih tidak tertahankan adalah kamu yang lebay ini!
Maka, mulai saat ini, saya memutuskan untuk berani!"

Maka, masuklah penulis di ruang perawatan yang dingin itu.
Membuka pintu kaca yang berat itu, siap jasmani-rohani, lahir dan batin
Untuk merasakan penderitaan.


"Halo, Didi, ya? Sendiri saja? Wah hebat, kamu berani sekali!" sapa Bu Dokter Gigi yang sedari tadi ada di dalam.

Saya pasti sudah gila, bahwa awalnya saya takut berjumpa dengan dia.
Yang sapa hangatnya saja sudah membuat saya suka.
Seperti susu bertemu soda: gembira.

"Iya dok, mama papa sibuk. Gigi saya nampaknya bolong semua, dok. Tolong ditambal satu per satu ya. Saya di sini seharian juga tidak apa-apa."

~Fluryluf~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun