"Belum selesai jangan nggremeng mulu!"
"Iya bu, pusing, berisik banget tadi," jawab Kawel yang sukses membuat Bu Lesa dan Bu Ember diam.
Tak lama kemudian, Bu Lesa dan Bu Ember melanjutkan sesi curhatannya.
"Eh ya maning (Baca: Eh ya lagi)" gerutu Kawel.
"Ayu, Wis pragat? mumet yakin, kanda bae wis lah ya! (Baca: Ayu, udah selesai? Pusing yakin, curhat ajah lah ya!)"
Dimdim bertanya pada Ayu dengan nada agak keras, tujuannya agar membuat Bu Lesa dan Bu Ember peka.
"Heh jangan berisik! Kamu udah seragamnya beda sendiri, berisik lagi. Mau tak catat namanya? Tak laporin nanti," cerocos Bu Ember seolah dia manusia yang paling benar.
Ini sebenarnya yang berisik duluan siapa sih bu? Anda yang punya mulut itu loh, kalo curhat satu RT kedengeran semua. Dilaporin bu? Wadau, kenapa sih ya kalo murid sedang ujian melakukan kesalahan seperti mencontek, bawa contekan atau berisik pasti di ancam ini-itu, salah satunya dilaporkan ke kesiswaan. Tapi kalo pengawas ujian yang berisik, kita boleh melaporkan ke Dinas Pendidikan nggak sih?
"Oke siap Bu!" Jawab Dimdim dengan suara lantang, berdebat-pun percuma karena akhirnya bakal kembali ke peraturan pertama. Yap, guru akan selalu benar.
Dimdim kira setelah Bu Ember memarahi Dimdim, dia bakal nyadar diri dan nggak curhat dengan suara yang keras lagi. Tapi ternyata tidak. Sesi curhatan diantara Bu Lesa dan Bu Ember masih tetap berlajut.
"Astaghfirulloh!" Dimdim beristighfar sembari rasanya pengen menggeprek tuh dua pengawas kampret dengan satu karung cabe ijo, begitu sudah jadi Dimdim makan dan langsung dilepehin.