Kongres Luar Biasa Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang dinanti-nanti telah dimulai pada Kamis (10/11). Rapat besar ini menentukan siapa yang bakal menjadi nahkoda persepakbolaan Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia menanti munculnya Pahlawan sepakbola negri tercinta, khususnya kelompok supporter Persebaya 1927, Bonek. Harapan besar ada pada mereka demi pengakuan klub legendaris tersebut. Sayangnya kongres gagal mengabulkan permintaan tersebut yang telah disepakati antara pemerintah dan PSSI.
Kejanggalan dari kongres dimulai dengan mundurnya beberapa calon ketua umum PSSI seperti Erwin Aksa, Subardi, Dodi Alex Noerdin, dan Tony Apriliani. BUDAYA!
Sudah jadi kebiasaan setiap pemilihan ketua umum PSSI baru selalu saja terdapat kandidat yang mundur tiba-tiba. Kemudian suara kandidat yang mundur dilimpahkan pada calon yang masih bertahan. Haramkah bagi kami pecinta sepakbola Indonesia menyebut pemilihan ini terdapat permainan? Bahkan Johar AH yang mencalonkan diri menjadi ketua umum justru diusir dari arena kongres karena anggota menganggap Johar masih terhukum.
Kejanggalan ke dua ada pada agenda pemutihan klub dan perseorangan yang tidak dibahas. Alasannya voters meminta hal tersebut menjadi bahasan ketua yang baru. JANJI GAGAL DITEPATI. Para pendukung klub seperti Persebaya Surabaya, Lampung FC, Persibo Bojonegoro, Persema Malang, Arema Indonesia, dan Persipasi Kota Bekasi pasti benar-benar kecewa. Pertanyaannya, siapakah voters tersebut? Apa latar belakang mereka mengulur pembahasan pemutihan? Mungkinkah voters tersebut masih ingin sepakbola Indonesia terpuruk?
Kongres pun kemudian dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum baru. Terpilihlah Edy Rahmayadi untuk menduduki kursi kekuasaan PSSI. Banyak yang bertanya-tanya apa pengalaman Edy dalam persepakbolaan nasional. Namun dengan latar belakang TNI, diharapkan Edy punya ketegasan terhadap anggotanya agar terciptanya pemulihan sepakbola Indonesia.
Sayangnya, posisi Exco kembali jatuh di tangan ‘orang-orang lama’. Ibarat luka, masih ada kuman yang menempel sehingga luka tidak kunjung bersih. Exco sebagai
Pemerintah dan suporter pasti kecewa. BENAR-BENAR KECEWA. Harapan untuk sepakbola Indonesia menjadi lebih baik mesti dikubur kembali. Apa yang telah disepakati toh tidak terwujud secara tegas. Alasannya selalu diarahkan pada PILIHAN VOTERS. Jika tidak menuruti keputusan voters, ditakutkan melanggar statuta PSSI dan FIFA. Seolah statuta menjadi tameng untuk melanggar kesepakatan. Toh hak voting Persebaya yang terdaftar di FIFA justru diserobot oleh Bhayangkara FC yang tidak terdaftar di FIFA.
Kongres PSSI kembali jadi arena dagelan pihak tidak bertanggung jawab. Dilaksanakan dengan skema abstrak dan berbau kongkalikong oleh para voters membuat rapat akbar ini hanya sekedar ajang kumpul-kumpul dan arisan kocok yang pemenangnya sudah diketahui sejak pendaftaran calon ketua. Pembekuan sepertinya perlu dilakukan kembali. Banyak pihak sah yang dicurangi, banyak janji yang diingkari, banyak pihak ilegal yang malah diakui. Kemenpora harus tegas pada PSSI dan FIFA. Jika aturan FIFA justru menjebak sepakbola Indonesia dalam kehancuran, maka akan lebih baik dilaporkan ke pengadilan atau paling ekstrim mencabut keanggotaan.
Salam!
Sumber
Empat Calon Ketum PSSI Mundur Persaingan Makin Ketat
Daftar 12 Anggota Exco PSSI Masa BAkti 2016-2020
PSSI Ingkar Janji, Persebaya Surabaya Gagal Diakui dalam Kongres Ancol
Tak Ada Nama Bhayangkara FC di FIFA, yang Ada Persebaya Surabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H