"Kakek sudah meninggal nak," ucap ibu sambil memelukku sekali lagi.
Kakek akhirnya dimakamkan sehabis Dzuhur, tangis tak henti salng bertaut dari semua anak-anak kakek dan terutama nenek yang sangat terpukul dengan  kepergian kakek. Di  pemakaman, aku disuruh oleh ibu untuk menaburkan bunga di makam kakek.
Dua tahun berselang saat aku sudah sekolah dan duduk di kelas 2 SD, aku baru paham bahwa kematian adalah berakhirnya kehidupan makhluk hidup secara permanen, ditandai dengan berhentinya fungsi vital seperti jantung, pernafasandan aktivitas otak.
Kenapa aku tiba-tiba mengingat kakek, karena sore ini kami sekeluarga baru pulang ziarah dari makam kakek di area perkuburan di Jalan Bali.
Sesampainya di rumah nenek, aku sempat rebahan karena pegal sehabis berjalan dari pemakaman kakek. Aku sebenarnya sudah mulai puasa, tapi belum bisa full dan masih bolong-bolong. Kadang juga aku buka karena tergoda oleh makanan-makanan lezat yang disajikan tante Vanya selama bulan puasa.
Tiba-tiba dari arah depan rumah nenek, tante Dea teriak-teriak memanggil namaku.
"Vino sini dulu, sini ke depan," teriak tante Dea.
Aku yang mendengar tante Dea teriak, langsung bergegas ke depan rumah. Sesampainya di depan rumah, aku serasa melihat seorang cewek cantik bak bidadari yang umurnya mungkin seusiaku.
"Kenalin nih tetangga baru kita," ucap tante Dea sambil menyodorkan tanganku ke si cewek cantik.
Hal itu sontak membuatku jadi malu-malu kucing di depan si cewek.
"Hai, aku Raya," ucap si cewek cantik dengan lembut.