Siang yang panas, berdiri di dekat pagar museum yang dipenuhi bunga merambat, dua orang: seorang pria dan seorang wanita, Naga dan Nona.
Prianya berambut gondrong sebahu, sedangkan wanitanya tersenyum teduh.
"Kenapa terus menatap?" Nona menoleh perlahan dan beradu tatap.
"Kamu cantik," ucap Naga ringan, pelan, dengan mata yang masih memandang. Nona langsung meniru ucapan Naga tanpa suara. Nona meledek perkataan Naga seakan-akan tidak terima.
Empat tahun lalu, ketika Naga berucap begitu, Nona tidak mau.
Dandan, dibilang cantik. Tidak dandan, apalagi. Kalau begitu, kapan tidak cantik. Perkataan Naga seperti tidak realistis.
Awalnya, Naga terasa terlalu gombal baginya. Pagi, siang, atau malam. Ruang tamu, dapur, atau kamar. Ucapan Naga tak akan ada bedanya. Kini, Nona sudah terbiasa.
"Mengapa mengajak keluar?"
"Supaya tidak terus-terusan di rumah."
"Gencatan senjata?"
"Iya. Supaya kamu tidak lagi marah."