Tujuan kami hari itu adalah Warpat di Puncak, Bogor. Lebih spesifik lagi, tujuan saya mengajak anak perempuan satu ini adalah untuk sarapan di Warpat sekaligus touring naik motor.
Warpat adalah tempat makan di pinggir gunung berupa bangunan sederhana berisi kumpulan warung makan yang berdempetan. Menunya pun sederhana sama seperti menu warkop di kota, yaitu Indomie, nasi goreng, roti bakar, lalu minumnya teh, kopi, dan minuman kemasan lainnya.
Hal yang menurut saya agak berbeda dari tempat itu adalah letak, suasana, dan pemandangannya. Ia di pinggir tebing. Ditambah suasana pemandangan hijau yang memanjakan mata dan udara dingin-dingin sejuk yang memanjakan badan.
Karena tujuan kami adalah sarapan, sehabis Subuh sekitar pukul lima pagi kami sudah bersiap. Motor dipanaskan dan kami sudah berpakaian. Kami pun berangkat.
Udara masih sejuk dan segar. Kendaraan di jalan tidak banyak. Langit masih gelap dan lampu jalan masih menyala. Rasanya sangat menyenangkan mengarungi jalan yang sepi dengan lagu San Fransisco Street-nya Sun Rai atau lagu santai yang lain.
Salah satu yang menyenangkan perjalanan dari pagi hari adalah melihat sebuah proses dan perubahan. Dari sepi ke ramai, dari gelap ke terang. Tampak seperti sebuah kehidupan yang bertumbuh dan berkembang.
Belum lagi dengan pemandangan dan suasananya. Dari Kota Depok, lalu memasuki Cibinong, pinggiran Sentul, Kota Bogor, kemudian kawasan Puncak. Semua punya ciri khas dan kesan tersendiri di hati.
Meskipun mulai tampak matahari, tangan ini mulai terasa dingin diterpa angin. Semakin ke atas, udara semakin dingin. Udara dingin pagi yang gelap, mulai bertukar dengan udara dingin dataran tinggi meskipun langit sudah terang.
Saya lupa memakai sarung tangan. Jaket parka yang nyaman, celana jins yang tebal, serta kaus kaki dan sepatu, tidak bisa menutupi rasa dingin di buku-buku jari. Sebaiknya, pakailah sarung tangan agar nyaman selama di jalan.
Setelah melewati Masjid At-Tawwun dan tulisan "PUNCAK" di atas gunung, akhirnya kami sampai di Warpat. Tempat makan tersebut ada di sisi sebelah kanan dan pintu masuknya menanjak, hanya bisa untuk kendaraan roda dua. Meskipun pagi hari di Minggu pagi begini, sudah ada orang yang datang seperti kami.
Saya memilih tempat makan yang masih sepi, yang meja pada bagian pinggirnya belum terisi. Saya juga memilih warung yang tidak di ujung dan tidak terlalu tengah.
Perempuan kecil di depan saya tampak senang, namun agak sedikit bingung. "Indomie dan teh manis panas jadi enak banget kalau di sini," kataku untuk memberi saran agar ia tidak linglung. Setelah diputuskan, ia pun memesan Indomie kuah dan susu jahe, sedangkan aku memesan Indomie goreng dan teh manis panas. Untuk harganya, di atas warkop biasanya, namun masih terjangkau dan sepadan.
Sembari menunggu pesanan datang, kami menatap pemandangan sekeliling, meresapi udara dingin di wajah, serta mengembuskan napas pelan-pelan. Kami menikmati waktu dan keadaan; kebun teh rapi berjajar di bawah dan barisan bukit yang seperti pegunungan. Kemudian, kami mengeluarkan ponsel dan mulai mengambil gambar.
Bagi saya yang jarang merasakan suasana begini, sangat menyenangkan. Puncak selalu menjadi tempat yang spesial. Udaranya dan pemandangannya. Bahkan, untuk macetnya juga. Oleh karena itu, mengapa saya berangkat sepagi ini, untuk menghindari kemacetan.
Kami menikmati Indomie, baik kuah maupun goreng dua-duanya tetap nikmat dan tak pernah salah. Ternyata susu jahe dan teh manis panas pun juga tidak salah. Obrolan yang ringan melengkapi menu sarapan.
"Habis ini ke mana?" tanyanya.
"Ke Puncak Pass yuk. Jalan kaki aja," jawabku.
"Emang dekat?"
"Dekat."
Kami jalan ke Puncak Pass yang seperti sebuah tempat undakan untuk duduk dan menepi. Ada motor-motor yang terparkir. Di seberangnya, ada tempat makan dan oleh-oleh juga. Di dekat sana ada kawasan berpagar yang pohon-pohonnya menjulang. Dari kawasan itu banyak monyet-monyet. Oleh karena itu, jangan taruh barang berharga di motor. Nanti bisa diambil si monyet.
Setelah selesai berfoto, kami memutuskan pulang. Saat itu sudah pukul setengah sembilan pagi. Dia dan saya berencana mampir sebentar ke Cimory Riverside. Rencananya mau beli oleh-oleh, namun setelah sampai sana malah membeli boneka dan yoghurt gelato. Akan tetapi, ternyata keduanya worth it. Gelatonya enak dan bonekanya menyenangkan hati.
Kami mulai jalan turun. Bersyukur saat itu belum ramai dan belum pakai sistem buka tutup. Saya mengarahkan motor untuk pulang melalui Bukit Pelangi dan Sentul. Pukul dua belas siang, kami sudah sampai di rumah dan duduk.
Pagi yang menyenangkan. Sebelum Subuh di kota, paginya di Puncak, siangnya sudah kembali ke kota. Tetap waspada dan hati-hati saat berkendara. Saling menghargai sesama pengguna jalan. Dan juga, jangan lupa pakai pakaian lengkap yang nyaman dan aman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H