Waktu itu di akhir pekan, sebelum saya bertanya kepadanya, si Nona sudah lebih dulu berujar dengan rasa antusias yang tinggi bahwa ia menginginkan bakmi di Gang Kelinci.
Bakmi Gang Kelinci berada di kawasan Pasar Baru, Jakarta, di sudut jalan gang yang muat untuk satu mobil saja.
Perihal Pasar Baru, tempat itu adalah kenangan saya bersama saudara, ayah, dan ibu. Tiap habis libur lebaran kami ke sana membeli sepatu untuk tahun ajaran baru. Tentu saja pergi ke tempat itu saya mau, sembari mengingat dan mengenang masa lalu.
Letak Pasar Baru strategis berada di tengah kota. Ia dekat dengan Masjid Istiqlal, Gereja Katedral, Monas, es krim Ragusa, dan kalau mau naik kendaraan sedikit ke utara, sudah sampai di Kota Tua.
Sedikit rasa penasaran atas tempat itu muncul di dalam hati. Meskipun pergi ke Pasar Baru cukup sering, saya tidak pernah mendengar sebelumnya tentang Bakmi Gang Kelinci. Saya baru mengetahuinya saat sudah tua begini bahwa ada Bakmi Gang Kelinci yang legendaris.
Kita bisa melewati beberapa jalan untuk menuju ke sana. Kalau saya, senang menuju gang tersebut dari Pasar Baru bagian sisi belakang. Namanya Jalan Gereja Ayam. Pada muka jalan saat masuk ada tulisan besar Passer Baroe seperti gapura. Jalan tersebut merupakan sebuah jalan yang cukup besar berada di sebelah kiri dari Jalan Raya H. Samanhudi, lalu melewatinya untuk masuk belok kanan ke dalam gang.
Cari parkir di pinggir jalan sisi sebelah kanan yang biasanya ada si abang-abang. Alasannya supaya jalan ke tempat bakmi tidak cukup jauh dan melelahkan. Karena meskipun di gang, banyak pengunjung yang datang menggunakan kendaraan roda empat.
Untuk yang pertama kali datang mungkin masih meraba-raba. Melihat dan menelusurinya di Gmaps sebelum datang untuk mengecek keadaan di lapangan akan memudahkan. Ibaratnya melakukan survei lokasi, namun melalui dunia virtual. Cari titik-titik parkir dengan rencana utama dan cadangan jika tidak mau kebingungan.
Sesampainya saya di sana, ternyata ramai nian. Banyak orang dari berbagai kalangan. Banyak rupa dan suara. Katanya, banyak yang dulu bujangan datang ke sini, kemudian kini sudah berkeluarga datang lagi ke mari. Dari yang datang sampai yang jual, sama-sama sudah dari generasi ke generasi.
Bakmi Gang Kelinci berada di lantai dasar sebuah gedung dengan nuansa kawasan lama di Jakarta. Terlihat sudah direnovasi sesuai kebutuhan, namun dengan renovasi sederhana.
Tempatnya cukup luas dan menyenangkan meskipun tidak mengutamakan estetika yang bersandar pada lingkup para pengguna Tiktok atau Instagram. Daripada estetika, sepertinya mereka lebih mengutamakan cita rasa makanannya yang sudah berpuluh-puluh tahun ada, sejak tahun 1957 dan saat itu saya belum lahir ke dunia.
Saya memutuskan memilih bakmi ayam bakso satu mangkuk, ditemani dengan bakso ikan juga satu mangkuk. Satu lagi, Nona memesan bakmi ayam bakso mini. Menu itu memang memiliki porsi yang lebih sedikit. Nona begitu girang begitu tahu si pemilik juga memikirkan orang-orang seperti dirinya.
Matanya berbinar dan tangannya bertepuk, seperti Haruka yang riang ketika melihat Rukawa di komik "Slam Dunk". Nona bisa makan dengan nikmat tanpa takut kekenyangan atau memubazirkan makanan.
Tidak terlalu lama dan juga tidak terlalu cepat, makanannya pun datang. Tidak hanya makanan, sang pramusaji juga membawa peralatan makan yang berada di gelas berisi air panas.
Bakmi spesial AK kalau tidak salah nama menunya. Di dalam mangkuk ada mi berbentuk pipih, jamur, ayam, dan dedaunan. Rasanya ringan dan enak. Jamurnya tidak kalah enak dari ayamnya. Dalam mulut mereka tidak saling bertengkar dan mau mengalahkan, melainkan berdamai dan bercampur bersama. Semakin enak rasanya ketika diracik dengan selera masing-masing saat ditambah sambal, saus, atau kecap. Tanpa mereka saja sudah enak.
Satu lagi bagi saya yang menggugah selera adalah acar cabe hijau besarnya. Saya penasaran dan seakan berseru setelah mencobanya, "Ini acar cabe macam apa?" Saya mencoba acar yang seperti ini baru yang pertama. Rasanya pedas cabe dengan rasa segar yang dominan.
Bakso ikannya sangat lembut. Rasanya seperti luluh di mulut. Kuahnya berkaldu berisi sayuran dan bumbu. Rasa nyaman dan hangat menjalar ketika kuahnya diseruput dan menurun ke kerongkongan. Tipikal makanan yang sangat nyaman dimakan saat sakit tenggorokan.
Oh iya! Es kelapanya juga enak. Ada kolang-kaling di dalamnya. Segar meminumnya sehabis makan bakmi spesial AK, apalagi saat terik siang, keringatan, dan kepedasan. Es kelapa itu turun dari tangan si abang pramusaji seperti juru selamat.
Tempat ini sudah didatangi berulang kali oleh para pengunjungnya dari generasi ke generasi. Mereka yang sudah pernah datang, datang lagi di lain hari. Tak perlu saya memberikan kata-kata penunjang kepada Anda yang bisa saja membuat jadi tambah penasaran untuk datang. Tak perlu saya lakukan karena faktanya sudah membuktikan.
Lucunya, Bakmi Gang Kelinci tidak hanya berpengaruh pada perut, ia juga bertanggung jawab atas sebuah mood. Dalam setengah hari perjalanan yang menyenangkan, namun cukup panjang dan diteriki oleh matahari, saya pun bertanya kepada Nona, "Kamu senang?" Ia di sisi saya tidak mau menjawab, menggeleng saja.
Setelah menyantap Bakmi Gang Kelinci siang itu, di perjalanan pulang, saya menanyakan hal yang sama. Nona mengangguk dengan cepat dan riang. "Senang!"
Dalam hati saya menyebut, "Terima kasih Bakmi Gang Kelinci."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H