Mohon tunggu...
Dimas Wahyudi
Dimas Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pamulang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Pancasila dalam Kebijakan Publik: Realita atau Utopia?

29 Mei 2024   17:28 Diperbarui: 29 Mei 2024   17:28 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7326117/makna-burung-garuda-sebagai-lambang-negara-simbol-kekuatan-indonesia

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, merupakan fondasi ideologis yang seharusnya mengarahkan segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima sila yang terkandung dalam Pancasila---Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia---menjadi panduan moral dan etika dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik. Namun, seberapa nyata implementasi Pancasila dalam kebijakan publik? Apakah ini hanya sekadar utopia yang sulit diwujudkan?

Pancasila dalam Konteks Kebijakan Publik

Pancasila tidak hanya sebagai slogan atau simbol, melainkan harus diaktualisasikan dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan publik yang berdasarkan Pancasila seharusnya mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Namun, dalam praktiknya, sering kali terjadi kesenjangan antara idealisme Pancasila dan realitas di lapangan.

Tantangan dalam Implementasi Pancasila

Korupsi dan Ketidakadilan: Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya korupsi yang menggerogoti nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga mencederai rasa keadilan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Meskipun berbagai upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan, kenyataannya korupsi masih menjadi masalah yang sulit diatasi. Fenomena ini mencerminkan ketidakmampuan sistemik dalam menegakkan sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, serta sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sila kelima dalam Pancasila. Namun, ketimpangan sosial dan ekonomi masih menjadi kenyataan pahit. Banyak daerah terpencil yang belum merasakan pembangunan yang merata, dan kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi keadilan sosial dalam kebijakan publik masih jauh dari harapan. Program-program pembangunan yang sering kali terkonsentrasi di kota-kota besar mengabaikan desa-desa yang justru membutuhkan perhatian lebih.

Disintegrasi Bangsa: Persatuan Indonesia merupakan salah satu tujuan utama Pancasila. Namun, konflik horizontal berbasis etnis, agama, dan kepentingan politik sering kali mengguncang stabilitas nasional. Kebijakan publik yang seharusnya memperkuat persatuan sering kali terhambat oleh kepentingan kelompok tertentu yang sempit. Contoh nyata adalah konflik antar suku di beberapa wilayah Indonesia yang sering kali dipicu oleh kebijakan yang tidak adil atau kurang bijaksana.

Kebijakan yang Tidak Konsisten dengan Nilai Pancasila: Beberapa kebijakan publik sering kali terlihat tidak konsisten dengan nilai-nilai Pancasila. Misalnya, kebijakan yang memarginalkan kelompok-kelompok tertentu, atau kebijakan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi ketimbang kesejahteraan sosial. Kebijakan semacam ini mencederai semangat Pancasila yang seharusnya mengutamakan kesejahteraan bersama dan keadilan.

Upaya Mengaktualisasikan Pancasila

Pendidikan dan Sosialisasi Pancasila: Pendidikan Pancasila harus ditanamkan sejak dini di semua jenjang pendidikan. Tidak hanya sebatas teori, tetapi juga praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi nilai-nilai Pancasila secara masif kepada seluruh lapisan masyarakat. Program-program edukasi yang kreatif dan menarik dapat dilakukan melalui media sosial, seminar, dan workshop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun