Bulan puasa akan datang, ada perbedaan nanti malam karna akan ada pawai obor di kampung, ujar ku kepada ibu, yakan kita menjalani puasa seperti tahun tahun sebelumnya, kamu liat kan, kamu kan sekarang sudah berumur 15 tahun sudah saatnya kamu harus lebih menjadi anak yang baik dan juga puasanya dijaga ya, dan kamu akan menjadi dewasa seperti ayahmu yang sangat pekerja keras di sawah dari pagi hingga sore, ujar ibu sambil melipat baju.
Dulu aku tidak ingin puasa dan aku selalu mencari masalah dan pura pura sakit agar puasa setengah hari saja, dengan badan yang tambun saat usiaku masih 7 tahun, aku merayakan lebaran tanpa benar benar berpuasa, indah rasanya dan aku membantu ayah di sawah sambil makan, setelahnya minum teh di teko yang diberikan oleh ibu, di bale di tengah sawah, ayah hanya bisa tersenyum saja dan berkata " ya tidak apa apa nak kamu tidak puasa, nanti kamu setelah dewasa kamu harus puasa sampai maghrib ya, seperti ayah dan teman teman kamu, kan malu kamu nanti akan menjadi contoh tidak baik bagi orang lain dan adikmu.
Adikmu mungkin sudah tidak disini lagi, tapi adikmu akan melihat kamu dari jauh sana bahwa kau adaah kakak yang sangat kuat dan hebat, tutur ayah sambil mengusap rambutku. Aku teringat saat adiku dulu itu sakit yang cukup parah dan kami keluarga tidak punya uang untuk memberikan obat dan tidak sempat membawa adik ku ke rumah sakit dan setelah berbula bulan adiku menahan rasa sakitnya yang begitu ganas dan melemahkan tubuhnya hingga tubuhnya hanya bisa berbaring di karpet coklat milik kami satu satunya, hingga akhirnya ia dipanggil sang yang maha kuasa, sedih rasanaya, adiku yang tercinta tidak ada lagi dirumah bahkan dibumi ini, dulu kamu dan aku selalu bersama, bermain bersama memabntu ayah dan ibu pastinya saat bulan ramadhan ini yang paling aku ingat dan tak bisa lupa adalah ketika kita berbuka dan sahur bersama dengan lauk seadanya.
Namun setelah ajeng menuju umur 3 tahun tiba tiba saja  ada virus yang menyerang ajeng, awalnya kami kira hanya sakit biasa namun kama kelamaan semakin tidak bisa mentolerir penyakitnya dan kami pun hanya bisa pasrah dan membawa ajeng ke tempat orang pintar dan hanya sekali membawa ajeng ke kilnik terdekat namun itu juga hanya diberiti obat saja padahal seharusnya ajeng dibawa kerumah sakit besar di kota dan juga harus dirawat inap untuk kembali sehat.
Kita harus tetap menjalani hidup selanjutnya, dunia tidak hanya berhenti sampai disni, waktu juga terus berputar serta bumi yang terus berjalan tanpa memandang siapapun yang sedang bersedih dan kami melanjutkan hidup bertiga tanpa ada adiku dan aku adalah harapan ibu dan ayah satu satunya dan dibanggakan. Aku tak mau membuat mereka kecewa walau kadang aku juga masih bandel melawan orangtuaku karena teman teman ku bisa bermain di lapangan di ujung yaitu bermain layangan, tapi aku tidak bsia bermain karena aku harus membantu ayahku di sawah hingga sore hati.
Tapi ya begitulah kehidupan aku belum terpikirkan pada saat itu, kesal saja rasanya bahkan aku lelah ingin pindah rumah dan ingin menginap dirumah tetanggaku saja agar aku bisa bebas bermain dengan mereka. 3 hari kemudian saat aku masih merasa begitu kesal tetiba ada tetangga baru di sebelah rumahku yang rumahnya sama yaitu menempati rumah gubuk, aku bingung dari mana asal ibu ini yang hanya berdua dengan anak perempuannya.
Ternyata dia adalah ibu lastri, ibu lastri adalah orang baru yang beda dengan tetangga tetangga sebelumnya, ibu lastri, selalu menegur bahkan membantu kami walau sedang susah tapi ibu lastri sering membantu kami yang sedang kesusahan juga, kami senang bisa bertetangga dengan ibu lastri yang baik ini, kami juga kaget dengan orang baru yang sangat terbuka tangannya untuk membantu kami. Biasanya tetangga baru atau orang baru itu masih malu malu bahkan tidak mau berbaur di dalam kampung, entah karena malu atau mungkin belum teralalu kenal atau juga tidak mau mengenal, kebanyakan yang seperti itu, jadi kami begitu kaget melihat ibu lastri yang mengubah stigma orang baru dalam kampung kami. Â
Ibu lastri adalah orang pindahan dari desa kulonprogo, ibu lastri adalah seorang janda yang ditinggalkan oleh suaminya yaang dulu bilang kepada bu lasrtri pamit ke jakarta untuk bekrerja namun setelah hampir 5 tahuh suamianya tidak pulang dan ibu lastri harus menghidupkan anak perempuannya yang bernama ayu. Ayu lebih tua dariku, ayu juga sering mengajak aku bermain di luar, aku terkadang suka termenung, merasa kesepian karena masih tidak percaya kalau ajeng itu pergi secepat ini.  Kampung ku  terbilang sepi karna rata rata orang sudah sibuk sendiri dengan pekerjaannya di sawah atau bekerja di pasar serta anak anaknya yang bermain entah dimana aku juga tidak tahu tempat rahasia mereka bermain.
Aku juga baru setahun tinggal di kampung ini jadi masih belum hapal betul dimana tempat bermain anak anak kampung ini, ibupun tidak memberi tahu aku dimana tempat bermain itu berada untuk bermain. Keesokan harinya seperti biasa aku anak yang kesepain tiba tiba kak ayu datang dan mengajakku untuk bermain, awalnya aku sepelekan ajakan bermian kak ayu, tapi kak ayu adalah wanita ceria yang begitu mudah tertawa hingga akhirnya aku menjadi dekat dan bermain bersama kak ayu hari demi hari, dan aku pun tidak lagi merasa kesepian seperti dahulu, dan yang paling aku senangi aku bisa tahu tentang kampung ini karena kita keliling kampung hingga bisa menemukan sebuah pantai di dekat kampung. Â
Walau jauh dari rumah, tapi ini tempat bermain yang tersembunyi, apakah ini tempat bermain anak kampung yang tersembunyi itu? Sebelum mencapai pantai indah itu kami harus melewati hutan hutan belantara. Tak terasa sudah lama kita bermain dan hampir setiap hari kita bermain bersama dan tak terasa juga kita sudah memasuki umur yang cukup dewasa dan ka ayu juga semakin dewasa. Ibu dan ibu lasri adalah sahabat, ibu telah menemukan tempat untuk berkeluh kesah selain dengan ayah, mereka sering bertukar cerita, namanya juga ibu ibu tak jauh dengan yang namanya masak memasak dan ini cerita yang paling sering mereka tukar, sesekali kami makan di rumah ibu lastri makan masakan ibu lastri dan begtu sebaliknya.Â