Kurikulum Merdeka dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Perubahan Kurikulum Bukan Solusi Perbaikan Pendidikan untuk Saat ini)
(Tulisan Ke-2 dari 5 Tulisan)
Semakin hari semakin meriah dari pelaksanaan kurikulum merdeka. Tetapi hal ini belum menunjukan bahwa pendidikan kita semakin baik. Karena untuk menentukan kualitas pendidikan membutuhkan sebuah alat ukur. Kurikulum merdeka sesungguhnya merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan masih berpatokan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2023.
Kurikulum Nasional sesuai  tujuan menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan ini tidak pernah disinggung dalam Kurikulum Merdeka. Para Fasilitator, narasumber kepala sekolah, guru-guru akan lebih familier dengan Profil Pelajar Pancasila, yang seolah menjadi tujuan Pendidikan Nasional.
Profil pelajar Pancasila adalah karakteristik dari Kurikulum Merdeka, Â yang harus dimiliki oleh pelajar Indonesia sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila. Profil pelajar Pancasila terdiri dari enam aspek, yaitu:
Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, Berkebinekaan global, Gotong royong, Mandiri, Bernalar kritis, dan Kreatif.
Jika dibandingkan tujuan pendidikan dalam undang undang maka belum ada tujuan pendidikan nasional yang ada dalam Kurikulum Merdeka yaitu (1) berilmu, (2) cakap, (3) sehat, dan (4) menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Memang ada tambahan dalam kurikulum merdeka yaitu (1) gotong royong dan (2) berkebinekaan global.
Setelah dibandingkan, ternyata profil pelajar Pancasila ada pada dokumen rancangan undang-undang sistem pendidikan nasional, yang sempat diajukan pada masa menteri Nadiem Makarim, pada tahun 2003 tidak menjadi bahasan di Prolegnas DPR.
Dalam kurikulum merdeka juga tidak pernah dibahas mengenai standar nasional pendidikan. Bahwa pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang berinduk pada PP nomor 19 tahun 2005 yang telah mengalami perubahan menjadi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Misalkan saja pada pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi; Â
b. standar proses; Â
c. Â standar kompetensi lulusan; Â
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; Â
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan; dan Â
h. standar penilaian pendidikan.
Dalam berbagai pelatihan yang dilakukan terhadap kepala sekolah, guru, dan stakeholder tidak pernah lagi membicarakan isi kurikulum yang standar, proses pembelajaran yang standar, dan lain-lain. Pada ukuran salah satu keberhasilan sebuah pendidikan adalah adanya standar yang ada.
Dalam menentukan kelulusan peserta didik juga tidak ada yang dijadikan patokan atau acuan, apa yang menyatakan peserta didik lulus SD, lulus SMP, dan Lulus SMA. Sebagai alat ukurnya dinyatakan lulus itu apa? Jika sebelumnya adalah nilai NEM dan Nilai Raport.
Karena dalam standar kelulusan disebutkan pada pasal 5 untuk PAUD dan TK, sedangkan pasal 6 untuk SD, SMP, dan SMA. Pada pasal 6 disebutkan bawah:
Standar kompetensi lulusan pada Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan menengah  umum difokuskan pada:
 a. persiapan Peserta Didik menjadi anggota masyarakat yang beriman dan bertakwa  kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak  mulia;
 b. penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; dan
 c. pengetahuan untuk meningkatkan  kompetensi Peserta Didik agar dapat hidup  mandiri dan mengikuti Pendidikan lebih
 lanjut.
Dari tiga hal tersebut pada yang digunakan sebagai alat ukur untuk menyatakan lulus dan anak tersebut dinyatakan Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, apakah dari tingkah lakukannya melalui sikap, pengetahuan, atau keterampilan?
Demikian juga karakter Pancasila, disisi lain semua anak harus naik dan lulus, ukuran karakternya yang mana?
dan Standar kelulusan yang ketiga yaitu Peserta didik yang kompeten agar dapat mandiri dan mengikuti pendidikan selanjutnya. Bagaimana mengujinya apakah punya keterampilan yang memadai, apakah atittude memadai atau keterampilannya memadai.
Semua harus diukur menggunakan alat ukur yang standar.
Sekarang semua profesi adalah alat ukur yaitu uji kompetensi, setiap orang yang diuji kompetensi distandarkan dengan pekerjaan yang dihadapi, sang asesor membimbing apakah memenuhi atau belum maka berhak mengajukan banding.
Sebagai sebagai gambaran, pelaksanan di kurikulum merdeka, apakah sudah terlaksana dengan baik?
Artinya masih banyak yang perlu perbaikan dalam pelaksanan pendidikan di Indonesia. Makanya mengubah kurikulum bukanlah solusi. Jika perlu memperbaiki tingkat pelaksanaan sesuai dengan aturan mulai UU, PP, Kepmen, dan seterusnya untuk dilaksanakan. Jika terjadi kendala hanya perlu perbaikan pada komponen tersebut tidak meski memberangus semua.
Dengan Menteri Baru Pendidikan yang paham dengan dunia pendidikan semoga akan memperbaiki proses pendidikan yang ada di Indonesia.
Mulai dari isi, proses, kelulusan, dan seterusnya, manakah yang standar? Supaya kita tidak tergopoh-gopoh, seperti seseorang yang harus berpegang pada google map, padahal sinyal internet tidak ada.
Pelaksanaan kurikulum, pola pelatihan, rekrutmen kepala sekolah, guru, harus diperbaiki dari awal. Untuk melaksanakan pendidikan yang baik harus dimulai dengan menyiapkan standar tenaga yang baik dibidang pendidikan jika tidak, bagaimana mungkin kita memperoleh mutu pendidikan yang baik. Jadi perbaikan kurikulum belum urgen di samping memang kurikulum Kita sudah sangat baik sejak lama. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H