DIMAS GALIH RAHMATULLAH
Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Mamatalsamid@gmail.com
PENDAHULUAN
Indonesia masuk dalam negara yang memiliki banyak sekali budaya di dalamnya. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menetapkan bahwa terdapat 1728 Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) yang dihimpun dari tahun 2013 hingga 2022. Dari banyaknya budaya yang tersebar di penjuru Indonesia, pasti terdapat beberapa budaya yang tidak tersohor. Salah satunya adalah aktivitas yang hingga saat ini masih kerap kali dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia, yaitu Nabun.
Nabun berasal dari bahasa Betawi yang berarti membakar, dalam pelaksanaanya sering dikonotasikan sebagai membakar sampah. Selain itu, budaya Nabun bukan hanya terjadi di Jakarta saja yang notabene didominasi oleh Suku Betawi. Akan tetapi, terjadi di daerah selain Jakarta. Seperti halnya dengan tradisi Obong-obong yang dilakukan di daerah Jawa Timur. Secara sistematis, Nabun dan Obong-obong merupakan hal yang sama. Biasanya, Nabun dimulai dengan bapak-bapak yang menyapu halaman, lalu mengumpulkan daun-daun kering. Setelah daun-daun kering dikumpulkan bersama sampah yang lain, mereka akan membakar sampah tersebut. Biasanya kegiatan ini berlangsung pada sore hari.
Bagi beberapa masyarakat, Nabun dikatakan sebagai tradisi turun-temurun yang sudah dilakukan bertahun-tahun  silam. Lalu apa yang menjadikan tradisi Nabun atau Obong-obong masih terjadi hingga saat ini. Padahal seiring berkembangnya zaman dan ditengah era globalisasi, harusnya budaya Nabun ditinggalkan. Ditambah dengan banyaknya masyarakat yang sudah mengemban pendidikan tinggi, pengetahuan yang mereka dapatkan akan bahaya dari budaya Nabun, harusnya menjadi alasan kuat untuk membuat budaya ini hilang. Namun, itu semua tidak terjadi.
Hal yang paling pokok dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tertulis karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah (Johanes, 1994). Dari pendapat Johanes tersebut, dapat disimpulkan bahwa tradisi atau budaya Nabun bisa eksis hingga saat ini disebabkan oleh adanya informasi yang disampaikan oleh para leluhur ke generasi di bawahnya. Walaupun secara strata pendidikan yang sudah memadai dan maraknya globalisasi, tidak membuat budaya membakar sampah ini hilang dimakan zaman.
BAHAN TEMUAN
Jika digali lebih dalam lagi terkait penyebab budaya Nabun masih eksis, kita dapat menarik benang merah terkait sistem pengolahan sampah yang ada di Indonesia. Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan, terdapat 7,2 ton sampah yang belum dikelola dengan baik. Artinya, sebanyak 7,2 juta ton sampah tersebut masih terpusat di beberapa titik di Indonesia, seperti contohnya di Bantar Gebang.
Hal tersebut juga berpengaruh pada pengumpulan sampah yang dilakukan di beberapa titik. Pasalnya, sampah yang belum bisa dikelola dengan baik akan semakin bertambah banyak. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, secara keseluruhan di Indonesia terdapat 175.000 ton sampah. Dengan begitu, sampah akan menumpuk setiap harinya, yang kemudian akan menimbulkan bau tak sedap di lingkungan tempat tinggal dan berujung pada pembakaran sampah sebagai wujud dari 'inisiatif' warga untuk mengurangi sampah.