Mohon tunggu...
Dimas Pramudana
Dimas Pramudana Mohon Tunggu... -

Find Out Yourself

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Uang dan Tuhan

28 Maret 2015   20:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:52 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. UANG

Ada ungkapan, “Uang memang bukan segala hal, namun segala sesuatu dapat dibeli dengan uang”, setujukan anda dengan ungkapan tersebut? Ya, melihat pola kehidupan masyarakat modern saat ini memang keberadaan uang sangatlah penting, selain sebagai alat tukar, saat ini uang juga dapat meningkatkan harga diri seseorang. Seorang haji, memiliki tanah dimana-mana, mobil tiga, motor lima, siapa yang tidak ingin untuk memiliki semua kebendaan itu? Dan memang semua itu dapat diperoleh dengan uang.

Dengan uang anda dapat memenuhi keinginan-keinginan anda yang tidak ada habisnya itu, mengapa saya katakan demikian? Cobalah sejenak berpikir, apa yang anda pikirkan sebelum tanggal anda menerima gaji? Tentu anda memikirkan dan menginginkan agar segera gajian bukan? Namun setelah menerima gaji anda akan memikirkan lagi hendak diapakan uang ini? Setelah dibelikan sesuatu dan habis, anda akan berpikir dan ingin lagi menerima gaji? Bukankah demikian seterusnya? Untuk mendapatkan uang anda akan diwajibkan untuk bekerja, untuk berfikir bagaimana caranya mendapatkan uang, disadari atau tidak hidup anda akan habis dalam usaha anda mencari uang. Terutama masyarakat ibu kota, dengan begitu hebatnya tekanan yang dialami, kondisi lingkungan yang serba buruk, polusi udara, kemacetan, beban kerja yang begitu berat karena diharuskan mencapai target, bahkan kurangnya istirahat karena bekerja di kantor-kantor yang besar dengan project yang sebegitu banyak dan menyita waktu. Manusia ini pada umumnya berfikir, tentulah aku ini dipandang hebat oleh kawan-kawan dan saudaraku apabila aku bekerja di kantor besar, rasa ini yang mendorong orang untuk melupakan rasa-rasa yang lain yang sebenarnya lebih dibutuhkan oleh kehidupan, terutama kesehatan.

B. TUHAN

Keberadaan masyarakat modern juga tidak terlepas dari kesadarannya akan Tuhan, mengimani dan mempercayai bahwa segala sesuatunya ini ada penciptanya. Oleh karena itu sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing manusia-manusia ini mencari tuhannya, ada yang seminggu sekali pergi ke tempat peribadatan, ada yang tiap hari, bahkan ada lima waktu dalam sehari. Motivasinyapun berbeda-beda, ada yang mengucap syukur, ada yang hanya sebagai “pengikut buta”, ada yang merasa takut akan kehidupan selanjutnya, ada pula yang mendambakan kehidupan serba Indah di firdaus dan ada pula yang memanfaatkan hal-hal yang disebut sebelumnya untuk mencari uang.

Kesadaran ini kemudian dikaitkan dengan agama, untuk satu dan lain alasan masing-masing agama memiliki ritual dan cara mereka masing-masing dalam mencari tuhannya. Ada yang perlu berteriak-teriak, ada yang melakukan drama dengan berpura-pura melakukan mujizat, ada yang menyakiti dirinya sendiri, ada yang harus pergi ke tanah suci, ada pula yang menyakiti ciptaan lain atas nama agama mereka tersebut. Ironis.

Beberapa penjelasan diatas menggambarkan bahwa yang diutamakan manusia-manusia agama modern adalah hubungan vertikal antara diri manusia dengan tuhannya. Hubungan yang mementingkan keuntungan diri manusia itu sendiri, dimana kalau diberucap syukur, maka akan ditambahkan kepadanya, kalau mereka berdoa dan beribadah maka janji surga itu akan dapat mereka raih. Namun apakah benar itu esensinya ? siapa yang pernah menginjakan kaki di tanah surga ? ada diantara anda yang pernah merasakan api neraka ? Silahkan jujur terhadap diri sendiri, apakah itu juga yang anda lakukan?

Tuhan sebagai pencipta jagad raya sewajarnya menginginkan ciptaannya itu saling menjaga kelestarian ciptaannya yang memang sudah lestari atau baik semenjak diciptakan (Kitab Kejadian 1:25,1:31). Pernahkan befikir kehidupan manusia tanpa tumbuhan dan pepohonan? Bukankah kita menghirup udara dari oksigen yang dihasilkan mereka? Pernahkah berfikir kehidupan tanpa hewan? Darimakah kita memperoleh makanan dan zat-zat penting yang dibutuhkan tubuh? Namun, apakah hewan dan tumbuhan membutuhkan manusia? Tidak! Justru sebaliknya mereka akan hidup subur dan tidak terganggu apabila tidak ada manusia, karena manusialah yang karena keserakahannya itu merusak hubungan baik antar ciptaan. Pemahaman seperti ini tentu akan memimpin kita dalam pencarian Tuhan yang sebenarnya, yang menunjukan bahwa apakah kita ini benar-benar layak untuk disebut sebagai ciptaan yang paling Mulia? Bukan sebaliknya?

Mengapa bisa demikian ? jawabannya adalah karena kehendak bebas/free will bahwa manusia dilengkapi dengan akal dan pikiran, akan apa yang hendak dilakukan dan apa yang tidak dilakukan, dapat saja ia menjadi pemelihara ciptaan namun dapat pula ia menjadi perusaknya. Dalam sejarah nabi-nabi pernah diceritakan mengenai kekecewaan Tuhan terhadap ciptaannya yang bernama manusia, kisah penghancuran Sodom dan Gomora, kisah air bah dalam cerita Nabi Nuh belum cukupkah itu untuk kemudian kita berfikir akan apa yang sudah kita lakukan? Atau kita menunggu hal-hal yang tak terhindarkan atas penghakiman-penghakiman yang tentunya menyakitkan itu? Tidak, Tuhan juga memberikan manusia kekuatan, yaitu kekuatan untuk memilih, mau menjadi apa dan seperti apa kita yang menentukan, ikut melestarikan alam atau merusak. Untuk dapat memilih, tentunya kita mulanya harus dapat memposisikan diri sebagai pencipta itu sendiri, apabila kita menciptakan sesuatu akankah kita menginginkan sesama ciptaan kita merusak satu sama lain? Atau bekerjasama saling menjaga untuk memuliakan penciptanya? Sebenarnya semudah itu.

Tuhan tidak semunafik itu, yang mengharapkan persembahan dari ciptaanya, bukankah dia yang Maha Punya ? Dia tidak mengharapkan anda berteriak-teriak memuliakan namaNya diujung lorong-lorong dan menyakiti diri sendiri demi namaNya, bukankah dia dengan sendirinya sudah Maha Mulia ? anda tidak perlu membela “gagasan” anda akan tuhan  andalah yang paling benar dengan cara membunuh dan menghujat ciptaan lain, bukankah manusia lain itu adalah ciptaan si Maha Pencipta itu ? bukankah dengan demikian kita juga membunuh dan menghujat penciptanya? Ada tertulis dalam Al-Quran yang suci, keberadaan Tuhan sedekat urat nadi kita, tapi juga sejauh prasangka umatnya terhadap dia. Artinya apa? Semua ciptaan termasuk diri anda sendiri adalah bentuk nyata dari keberadaan Tuhan itu, kemudian mengapa kita menyakitinya? Pernahkah anda berfikir siapa yang menyuruh hidung dan paru-paru anda bernafas saat anda tidur ? siapakah yang memerintah jantung anda untuk memompa darah keseluruh tubuh untuk mengalirkan oksigen dan zat penting bagi Tubuh? Ya, sedekat itulah Tuhan.

Ada tertulis: “Jika ya hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, apa yang lebih dari itu adalah berasal dari si jahat”.

Nampaklah sudah kesalahan kita selama ini, bahwa ternyata “mengutamakan” hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan hanya membawa kita kedalam kesengsaraan, apa yang logika anda katakana apabila anda meyakini bahwa apapun yang anda lakukan sekeji apapun perbuatan anda terhadap liyan akan tetap diampuni apabila anda bertobat dan bersaksi tentang juruselamat? Tidak itu tidak logis dan itu hanya usaha anda untuk menenangkan hati anda para pendosa. Memberikan persembahan tidak perlu melulu di tempat ibadah, ada tertulis “Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan dilorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu : sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya, tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu”, tidakkah anda merasa begitu hebatnya kalimat tersebut? Bahkan tangan kiri anda saja tidak boleh mengetahui, apalagi orang lain? Bukankah memberi sedekah lebih tepat kepada yang meminta kepada anda? Yang memerlukan makanan dan bantuan langsung dari anda? Saya yakin anda mampu memberi sedekah, hanya saja kadang anda tidak melihat kapan Tuhan menginginkan sedekah itu dari anda untuk sesama. Jangan kemudian berdalih bahwa persembahan itu untuk gereja dan para pelayan Tuhan, kalau mereka benar-benar pelayan Tuhan seharusnya mereka mengimani bahwa burung di udara yang tidak menabur dan tidak menuai saja dipelihara oleh Tuhan dan bunga bakung yang tetap tumbuh meskipun tidak bekerja dan tidak memintal? Bukankah mereka lebih daripada itu? Apalagi yang mereka harus mereka kuatirkan?

Tuhan yang benar menginginkan ciptaanya selalu melakukan kebaikan terhadap sesama, tidak peduli alasannya, seperti Tuhan yang memberikan sinar matahari bagi yang baik juga yang jahat dan memberikan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar. Hendaklah kita melakukan seperti apa yang Tuhan sudah lakukan kepada kita.

C. CINTA

Istilah cinta merujuk terhadap istilah duniawi yang memiliki arti pengorbanan. Cinta terhadap lawan jenis, maka kita akan rela berkorban mati-matian untuk dapat membahagiakan dia. Cinta terhadap keluarga maka kita akan rela berkorban sekuat tenaga untuk bekerja dan menghidupi anak dan istri kita. Istilah cinta ini seringkali dipakai pujangga-pujangga dalam menerjemahkan keindahan-keindahan yang ada di dunia.

Namun sejatinya cinta adalah perangkap, seperti penulis Brazil Paulo Coelho menyebutkan, Cinta adalah perangkap, karena pada mulanya kita hanya melihat sisi cahayanya dan kemudian menderita akibat sisi gelapnya.

D. CINTA UANG ATAU TUHAN

Dengan uang anda dapat memenuhi segala kebutuhan dan keinginan hidup anda, dengan uang anda dapat menduduki jabatan-jabatan strategis yang tidak semua manusia dapat merasakan, dengan uang anda mendapatkan harga diri yang luar biasa hebat karena semua orang tunduk dan patuh terhadap anda, berharap belas kasih dari anda untuk mendapatkan sebagian uang yang anda punya, dengan uang anda dapat menyingkirkan lawan bisnis anda, dengan uang anda melupakan keberadaan Tuhan.

Sadarkah anda yang bekerja kantoran seperti saya telah menghabiskan empat puluh jam dalam seminggu untuk mencari uang ? itu saja belum termasuk macet dan tekanan yang anda hadapi dikantor. Kemudian, berapa jam anda dalam seminggu menghabiskan waktu untuk mencari Pencipta/Tuhan anda ? 1 jam, 2 jam atau lebih dari empat puluh jam? Sebenarnya mana yang lebih anda cintai, uang atau Tuhan? Bertuhankan uang atau menguangkan Tuhan? Itukah cerminan mayoritas kita? Jika anda menyangkal tentulah anda orang yang memiliki sifat-sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam setiap jengkal kehidupan anda, dan saya salut akan anda yang demikian. Namun apabila anda mengiyakan tidak heran apabila Negara kita sedang dilanda keterpurukan, karena manusianya sudah tidak memahami fungsinya di dunia, diberi kekuasaan malah mencari uang, diberi kekuatan malah menindas yang lemah dan seterusnya. Saya tidak dalam posisi menyalahkan anda para pencari uang, sayapun pencari uang, namun kiranya janganlah kemudian melupakan hal-hal lain seperti mengucap syukur dan melakukan kebaikan kepada liyan dan seluruh penghuni jagad raya.

Kekuatan sejati manusia adalah ada pada pilihannya, manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih, namun terkadang salah memilih antara mana yang sementara dan mana yang abadi. Yang sementara adalah kejadian-kejadian yang tidak terhindarkan, termasuk keterpurukan kita saat ini yang tidak kita rencanakan dan tidak kita sadari in adalah termasuk hal yang sementara. Kemudian mana yang abadi ? yang abadi adalah pelajaran-pelajaran yang berharga yang dapat kita petik dari setiap kejadi yang tak terhindarkan tersebut.

Dalam kaitannya dengan bahasan sebelumnya tentang cinta, bahwa dia hanya menampakan sisi cahayanya pada mulanya dan barulah gelapnya untuk membuat kita menderita, hal apa yang lebih kita cintai? Kalau saya diperkenankan menjawab, saya akan menjawab saya akan rela menderita karena kecintaan saya terhadap Tuhan sang Pencipta, karena penderitaan dalam Tuhan sebenarnya tidak ada dan kamuflase belaka, saya tidak sedang bicara mengenai surga dan neraka, tapi kiranya anda mengerti bahwa pada dasarnya Tuhan selalu mendatangkan kebaikan bagi kita, meski pada mulanya kita mengira bahwa kebaikan itu terbungkus dengan sesuatu yang tampaknya jahat, namun setelah semuanya terjadi, kita akan sadar kemudian bahwa kebaikanlah yang diberikan Tuhan kepada kita melalui pengalaman-pengalaman itu. Bersatulah dengan semesta, lestarikan yang sudah lestari dan jangan menuhankan uang ataupun menguangkan Tuhan, karena segala sesuatu akan ada upahnya masing-masing.

KESIMPULAN

Karena manusia kekuatannya adalah pada pilihannya, sekarang pilihlah! Bagikan kepada liyan apabila anda setuju dan abaikan apabila anda tidak setuju. Terimakasih

Jakarta 28 Maret 2014

Dimas Pramudana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun