Perubahan iklim yang semakin nyata memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan, terutama di bidang pertanian. Hujan yang tak menentu, peningkatan suhu, serta cuaca ekstrem menjadi tantangan besar bagi para petani. Salah satu solusi yang mulai banyak digunakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim ini adalah teknologi greenhouse atau rumah kaca. Teknologi ini diklaim dapat membantu menciptakan kondisi yang lebih terkendali bagi tanaman, menjaga produktivitas, dan mengurangi ketergantungan pada kondisi iklim eksternal. Meskipun teknologi ini memiliki potensi besar, pemanfaatannya tidak lepas dari kritik dan tantangan yang perlu diperhatikan.
Namun semua itu ada tantangan tersendiri dalam mendirikan green house antara lain yaitu Keterbatasan akses dan biaya yang tinggi dalam Pembangunan greenhouse memerlukan investasi yang tidak sedikit, baik dalam hal pembelian material, instalasi, maupun perawatan jangka panjang ini menjadi halangan besar bagi negara negara berkembang serta terbatasnya  sumber daya alam dan energi .
Greenhouse memang dirancang untuk menciptakan lingkungan yang optimal bagi tanaman, namun penerapan teknologi ini tetap memerlukan pasokan energi yang cukup, terutama untuk pengatur suhu dan sistem irigasi. Banyak greenhouse yang masih bergantung pada energi fosil untuk menjaga kestabilan suhu dan kelembapan di dalamnya. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip keberlanjutan dan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca yang menjadi bagian dari solusi perubahan iklim. Meskipun ada perkembangan teknologi tenaga surya dan energi terbarukan lainnya, namun belum semua greenhouse dapat mengakses teknologi ini dengan mudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H