Dalam serba keterbatasan seperti itulah, kita perlu merevitalisasi lembaga -- lembaga swadaya yang menaruh perhatian serius terhadap pelestarian bahasa Madura. Keberadaaan lembaga swadaya seperti Yayasan Pakem Maddhu ( Pamekaran ), Tim Nabara ( Pembinaan Bahasa Madura Sumenep ), dan Tim Pangrabat Basa Madhura ( Kabupaten Bondowoso ), bisa memberikan peran lebih nyata dalam melestarikan bahasa Madura. Tentunya dalam hal ini juga menghidupkannya.
Dalam rangka menyemarakkan bulan bahasa, beberapa alternatif kegiatan bisa dilakukan seperti gerakan sehari berbahasa Madura untuk seluruh warga.  Menggagas Kampung ( Bahasa ) Madura, yang disinerjikan dengan program desa wisata atau desa budaya. Karya --karya literasi klasik seperti mucopat,  syiir, dan karya sastra lainnya bisa menjadi bagian tak terpisahkan. Pada tataran ini  diperlukan intervensi kekuasaan untuk merealisasikannya.
Agenda ini tak lain sebagai upaya memotivasi para penutur bahasa Madura agar memiliki semangat berbahasa, dan merajut kembali kecintaan yang mulai hilang. Tak adil rasanya jika bahasa Madura sebagai bagian dari karya adiluhung yang diwariskan kepada kita, ternyata sang pewaris tak mampu merawat hingga bertahan beberapa generasi ke depan. Analisis yang mengatakan beberapa bahasa daerah sudah sirna karena tak ada yang berminat menggunakannya, bisa jadi bahasa Madura akan menyusul kepunahannya jika kita tak pandai merawat dan melestarikaannya. Maka gagasan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bondowoso, Dr.Sugiono Eksantoso,untuk menggunakan Bahasa Madura setiap Hari Jumat di sekolah -sekolah perlu didukung. Kita yakin ikhtiar ini sebagai langkah yang baik dalam merawat dan mencintai Bahasa Madura.
Â
*Penulis adalah Penutur Bahasa Madura dan Peserta Kongres Bahasa Madura Internasional di Pamekasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H