Masih ingatkah kita tentang kegaduhan jagat maya seputar pernyataan Erick Thohir tentang vaksin sinovac bermuatan chip ? Dalam sesaat masalah ini telah mengundang perhatian banyak orang sekaligus menjadi kegalauan para nitizen.Â
Pada satu sisi ada yang bilang hoax, gombal ,dan abal -- abal, pada sisi lain ada yang begitu bersemangat membenarkannya. Akhirnya isu ini menggelinding liardan ada tangkisan sederhana versi pemerintah, bahwa semua itu gombal dan pepesan kosong belaka.
Terlepas dari benar atau tidak, saya lebih menyikapi dari sisi lain, sebagai barang baru yang menarik didiskusikan. Sebagai sebuah materi polemik ada tidaknya chip di dalam vaksin, saya melirik perspektif lain sebagai upaya pencerdasan yang mencerahkan. Vaksin dan chip menjadi hal baru yang relatif sensi, seksi, dan cukup politis.Â
Ini ibarat mimpi yang harus diterjemahkan dalam realitas kekinian. Sebab semua teknologi yang kita nikmati saat ini berawal dari mimpi - mimpi indah masa lalu, tidak instan. Melalui trial and error orang yang coca - coba terhadap ,'mimpi', tak berputus asa mencobanya. Disinilah seni ketidakmungkinan berubah menjadi sesuatu yang mungkin, menemukan ruang pembenarnya.
Praduga banyak orang tentang vaksin sinovac mengandung chip dapat mengetahui seluk beluk seseorang ada benarnya. Dalam pikiran publik, chip akan mampu membongkar batas wilayah privacy, wilayah yang sangat rahasia sekalipun. Hidup di era kontemporer dengan perangkat pendukung digitalis akan mendelete batas -- batas individual, dan berubah menjadi milik publik.Â
Rahasia -- rahasia pribadi seseorang bisa saja dimiliki orang lain untuk sebuah kepentingan yang tak bertanggung jawab. Dalam dunia politik apalagi, akan menjadi senjata ampuh untuk memusnahkan lawan politiknya. Kekhawatiran inilah yang menjadikan banyak orang tidak sejalan jika chip ada dalam vaksin. Itulah kegalauan yang sudah jauh melompati realitas sebenarnya.
Pada saat bersamaan kehadiran nanoteknologi, bisa menghadirkan kemungkinan - kemungkinan baru yang akan terjadi. Nano merupakan ukuran yang sangat kecil (1 meter = 1.000.000.000 nano meter ). Persatu milyar meter yang berarti 50.000 kali lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Betapa kecilnya bukan.Â
Secara mudah bisa disebut nanoteknologi adalah teknologi yang sangat kecil, dan tak kasat mata. Nanoteknologi merupakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengontrol zat, material, dan sistem pada skala nanometer, sehingga menghasilkan fungsi baru yang belum pernah ada.
Dalam Revolusi Industri Keempat, Klaus Schwab, mengutip artikel WT VOX bahwa debu -- debu pintar yang tersusun oleh komputer utuh berantena dengan ukuran jauh lebih kecil dari butiran pasir kini mampu mengatur diri mereka dalam tubuh manusia sesuai jejaring yang dibutuhkan untuk menggerakkan seluruh proses internal yang rumit.
Berawal dari realitas mikrokosmos atomik seperti itu, manusia akan terus mengembangkannya. Aplikasi nanoteknologi dalam keseharian bisa disebut, contoh sederhana, air di atas daun talas. Kenapa air tidak menyerap ke dalam daun? Karena di atas daun ada serabut yang sangat kecil dalam menutup pori - pori daun.
Dari contoh sederhana ini menginspirasi manusia untuk membuat baju tidak tembus oleh air  atau baju yang selalu bersih tak lengket kotoran dan tidak perlu dicuci. Pada sektor industri tekstil, penggunaan nanopartikel membuat tekstil dan pakaian menjadi mudah untuk dibersihkan. Â
Sementara itu, dalam bidang olahraga, nano partikel digunakan untuk membuat peralatan olahraga menjadi lebih kuat, lebih baik, dan berdaya guna tinggi. Dengan nanoteknologi, manusia juga bisa membuat pesawat ruang angkasa dari bahan komposit yang sangat ringan, tetapi memiliki kekuatan seperti baja. Bahkan juga bisa memproduksi mobil yang beratnya hanya 50 kilogram. Wow........keren bukan???
Debu - debu pintar yang sengaja direkayasa dan diletakkan di dalam tubuh manusia akan mampu membaca sebuah penyakit. Sehingga seorang dokter tidak perlu melakukan pembedahan, Â akan tetapi sudah mendapatkan informasi yang cukup dari debu pintar.
Deretan ini akan bertambah panjang dengan hadirnya tato pintar, pil pintar yang akan mampu membaca berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Tato pintar yang melekat di tubuh kita bukan sekadar menjadi hiasan yang super keren, pada akhirnya akan berfungsi menjadi telpon pintar sebagaimana HP di saku kita. Hemmm... lagi --lagi kita semakin terperanjat.
Di masa depan kehidupan dengan skala atomik akan banyak memasuki dunia pendidikan. Â Betapa komputer yang sangat besar kini sudah menjadi superkomputer di saku kita, yang sangat kecil bentuknya.Â
Perangkat pendidikan akan semakin canggih. Jika artificial intelegence  (kecerdasan buatan ) sudah mulai merambah dunia pendidikan di luar negeri sana, bukan tidak mungkin ia akan menyusup ke dalam kelas kita sebagai bagian dari pembelajaran dan perangkat digital para guru.
Jika robot --robot pintar belum masuk kelas, hal ini dikarenakan pemerintah memproteksi para guru untuk lebih memaksimalkan kinerjanya. Presiden Jokowi, ketika memberikan sambutan di hadapan para peserta Rapimnas PGRI di Jogyakarta beberapa waktu silam, bahwa peran guru tak tergantikan.Â
Keberadaan artificial intelegence ( robot pintar ) tak bisa menggeser peran para guru. Sebab hanya guru yang mampu mentransformasikan nilai -- nilai akhlak dan karakter, sedangkan peran itu tak mungkin dilakukan oleh sebuah robot yang canggih sekalipun.
Para guru patut bersyukur, sebab pemerintah  masih memproteksi kemuliaan para guru. Dalam beberapa tahun ke depan, pendidikan di Indonesia bisa saja masih datar -- datar saja, menggunakan perangkat seadanya. Akan tetapi dengan dinamika dan era disrupsi yang tak terhindarkan lagi, sekolah menuntut kecepatan pelayanan dan digitalisasi di bidang pendidikan.Â
Sangat tidak mungkin prilaku guru masih berorientasi dengan pola kerja manual dan sangat sederhana. Apalagi sampai tidak memiliki skill dalam penguasaan teknologi informasi.
Ke depan, nanoteknologi yang jauh lebih kecil dari robot -- robot pintar, akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan guru. Disinilah diperlukan persiapan mental dan keilmuan, untuk terus beradaptasi dengan keadaan baru.Â
Jika selama ini bentuk adminstrasi guru mulai dari RPP, presensi, perangkat supervisi, penilaian, masih menggunakan kertas dan pendekatan manusal, ke depan dunia paperless sudah menunggu kita. Data sudah berada dalam komputasi awan. Digitalisasi sekolah menjadi tak terbantahkan. Selamat datang nanoteknologi dalam pendidikan masa depan.
Kaki Ijen, 25 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H