Pengalaman sejarah yang pahit terhadap perempuan selama Taliban berkuasa menjadi cacatan penting  di masa transisi. Dalam setuasi panik dan keadaan chaos Taliban harus bisa menjadi tandon air, memberikan solusi jitu agar setuasi stress tak berkepanjangan.Â
Taliban harus mengedepankan persatuan bangsa bagi semua rakyat Afganistan, serta merajut kembali yang terserak. Harmonisasi dan rekonsiliasi menjadi agenda sangat penting akan pemulihan kecamuk perbedaan yang berlangsung selama ini.
Saya yakin Taliban akan menjadikan pengalaman masa lalu sebagai guru terbaik. Hanya kambing congek yang terantuk batu untuk kedua lakinya.Â
Inilah momentum terbaik bagi Taliban untuk belajar dari kegagalan masa lalu. Kegaduhan dan kurangnya dukungan yang signifikan baik dari dalam negeri atau luar negeri akan menjadi batu sandungan bagi pemerintahan Taliban.
Maka cukup bijak jika Taliban bukan sekadar mengobral janji untuk mengakomudasi segenap kepentingan masyarakat heterogen Afganistan, tapi mampu menjadi solusi perbaikan dalam kehancuran multi dimensional di Afganistan.Â
Inilah tugas yang tidak ringan. Buat apa memerintah kalau perang trus berkecamuk. Buat apa berkuasa,kalau setahun yang akan datang, Taliban kembali digulingkan?
Saya yakin Taliban hari ini bukan Taliban yang berkuasa kemarin. Kekuasaan Taliban yang lebih mengedepankan interpretasi-interpretasi konservatif, tertutup, tidak bersedia merespon kekinian, hanya akan menggali liang kuburnya sendiri.Â
Taliban diharapkan mengubah ultra-konservatif dengan sentuhan kekinian. Artinya berani meninggalkan wilayah permasalahan yang bisa diperdebatkan.
Taliban bisa bercermin kepada keberhasilann Recep Tayyip Erdogan dengan AKPnya di Turki yang mendulang sukses besar dalam membangun bangsa yang beraroma Islam, tanpa harus menghancurkan. Partai berhaluan kanan moderat yang dipimpinnya mempu membangun kepercayaan masyarakat Turki.Â
Strategi soft yang humanis dilakukan Erdogan bisa dijadikan referensi bagi pemerintahan baru Afganistan. Atau Taliban bisa menggogling wajah Islam dan sistem pemerintahan Indonesia. Apakah menggotong sistem demokrasi atau monarki, itu lain soal.Â
Persoalan mendasar adalah pemerintahan transisi harus mampu mengakomudasi kepentingan masyarakat secara global.Â