Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme & Alienasi

26 Januari 2025   04:01 Diperbarui: 26 Januari 2025   04:01 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marhaenisme adalah ideologi yang diperkenalkan oleh Soekarno, yang berfokus pada perjuangan kaum marhaen---petani kecil, buruh, dan rakyat miskin---untuk mencapai kemandirian ekonomi dan keadilan sosial. Di sisi lain, konsep alienasi, yang diperkenalkan oleh Karl Marx, menggambarkan kondisi keterasingan individu dari hasil kerjanya, proses produksi, dan sesama manusia dalam sistem kapitalis. Artikel ini akan membahas bagaimana Marhaenisme berupaya mengatasi fenomena alienasi yang dialami oleh kaum marhaen di Indonesia, dengan mengacu pada data dan fakta terbaru.

Marhaenisme dan Upaya Mengatasi Alienasi

Marhaenisme menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi kaum marhaen. Dengan memiliki alat produksi sendiri, seperti lahan pertanian atau usaha kecil, kaum marhaen diharapkan dapat menghindari eksploitasi dan alienasi yang terjadi dalam sistem kapitalis. Namun, dalam konteks Indonesia saat ini, tantangan terhadap kemandirian ekonomi semakin kompleks.

Fenomena de-industrialisasi, misalnya, telah mengurangi kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB menurun dari 29% pada tahun 2001 menjadi sekitar 19% pada 2023. Penurunan ini berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor formal, memaksa banyak pekerja beralih ke sektor informal yang sering kali tidak memberikan jaminan sosial dan rentan terhadap alienasi.

Selain itu, globalisasi dan masuknya produk impor telah menekan industri lokal. Banyak pabrik tutup karena tidak mampu bersaing, yang mengakibatkan peningkatan pengangguran dan ketergantungan pada barang impor. Kondisi ini bertentangan dengan semangat Marhaenisme yang mendorong kemandirian ekonomi dan berpotensi meningkatkan alienasi di kalangan pekerja yang kehilangan mata pencaharian.

Tantangan Alienasi di Era Digital

Era digital membawa tantangan baru terkait alienasi. Di satu sisi, teknologi digital menawarkan peluang untuk meningkatkan efisiensi dan membuka pasar baru bagi produk lokal. Namun, akses yang tidak merata terhadap teknologi dapat memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2023, masih ada sekitar 12.000 desa di Indonesia yang belum terjangkau oleh jaringan internet. Keterbatasan akses ini menghambat partisipasi kaum marhaen dalam ekonomi digital, yang dapat memperdalam rasa keterasingan mereka dari arus utama perkembangan ekonomi.

Selain itu, dominasi platform digital besar dapat menciptakan bentuk alienasi baru. Pekerja gig economy, misalnya, sering kali menghadapi kondisi kerja yang tidak stabil, tanpa jaminan sosial, dan terisolasi dari komunitas kerja tradisional. Meskipun mereka memiliki fleksibilitas, banyak yang merasa terasing karena kurangnya hubungan dengan kolega dan ketidakpastian pendapatan.

Upaya Mengatasi Alienasi melalui Marhaenisme

Untuk mengatasi alienasi yang dialami oleh kaum marhaen, penerapan prinsip-prinsip Marhaenisme perlu disesuaikan dengan konteks saat ini. Salah satunya adalah dengan mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dapat meningkatkan kemandirian ekonomi. Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2023, UMKM menyumbang sekitar 60% dari PDB Indonesia dan menyerap 97% tenaga kerja. Namun, banyak UMKM yang masih menghadapi kendala akses permodalan, teknologi, dan pasar. Pemberdayaan UMKM melalui pelatihan, akses permodalan, dan digitalisasi dapat membantu mengurangi alienasi dengan memberikan kontrol lebih besar kepada individu atas pekerjaan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun