Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Fetisisme Komoditas: Analisis Kontemporer

25 Januari 2025   04:57 Diperbarui: 25 Januari 2025   04:57 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marhaenisme menekankan kemandirian dan produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sementara fetisisme komoditas mendorong konsumsi berlebihan dan penilaian berlebihan terhadap barang. Dalam konteks Indonesia, penerapan prinsip-prinsip Marhaenisme dapat menjadi antidot terhadap dampak negatif fetisisme komoditas. Dengan mendorong produksi lokal, kemandirian ekonomi, dan kesadaran akan nilai intrinsik barang, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada konsumsi berlebihan dan mengembalikan makna sejati dari kerja dan produksi.

Fakta dan Data Terbaru

Menurut laporan BPS tahun 2024, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 56% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dari angka tersebut, sekitar 40% dialokasikan untuk barang-barang non-esensial, seperti elektronik, fashion, dan hiburan. Selain itu, survei yang dilakukan oleh Nielsen pada tahun yang sama menunjukkan bahwa 65% konsumen Indonesia lebih memilih produk impor dibandingkan produk lokal, dengan alasan prestise dan kualitas.

Di sisi lain, data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menyumbang sekitar 60% dari PDB dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Namun, banyak UMKM yang kesulitan bersaing dengan produk impor dan menghadapi tantangan dalam distribusi serta pemasaran.

Implementasi Marhaenisme dalam Ekonomi Modern

Untuk mengatasi dominasi fetisisme komoditas dan memperkuat ekonomi lokal, prinsip-prinsip Marhaenisme dapat diimplementasikan melalui beberapa langkah:

1. Pemberdayaan UMKM: Memberikan pelatihan, akses permodalan, dan bantuan pemasaran kepada UMKM agar mampu bersaing dengan produk impor.

2. Kampanye Cinta Produk Lokal: Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mendukung produk lokal melalui kampanye nasional dan edukasi.

3. Pengembangan Ekonomi Kreatif: Mendorong inovasi dan kreativitas dalam produksi barang dan jasa yang memiliki nilai tambah serta ciri khas budaya Indonesia.

4. Kebijakan Proteksi Terhadap Industri Lokal: Pemerintah dapat memberlakukan kebijakan yang melindungi industri lokal dari serbuan produk impor yang tidak seimbang.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun