Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Fetisisme Komoditas: Analisis Kontemporer

25 Januari 2025   04:57 Diperbarui: 25 Januari 2025   04:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Marhaenisme, ideologi yang diperkenalkan oleh Soekarno, berakar pada perjuangan rakyat kecil Indonesia yang disebut "Marhaen". Ideologi ini menekankan kemandirian ekonomi dan penolakan terhadap eksploitasi. Di sisi lain, fetisisme komoditas, konsep yang diperkenalkan oleh Karl Marx, menggambarkan fenomena di mana hubungan sosial antara individu tergantikan oleh hubungan antara komoditas, sehingga nilai barang tampak melekat secara alami, bukan hasil dari kerja manusia. Dalam konteks Indonesia modern, kedua konsep ini relevan untuk memahami dinamika ekonomi dan sosial yang terjadi.

Marhaenisme: Sebuah Tinjauan

Soekarno mencetuskan Marhaenisme setelah bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen yang memiliki alat produksi sendiri namun tetap hidup dalam kemiskinan. Dari pertemuan ini, Soekarno menyimpulkan bahwa meskipun rakyat memiliki alat produksi, mereka tetap terpinggirkan dalam sistem ekonomi yang tidak adil. Marhaenisme menekankan pentingnya kemandirian ekonomi, keadilan sosial, dan penolakan terhadap imperialisme serta kapitalisme yang eksploitatif.

Fetisisme Komoditas: Pemahaman dan Implikasinya

Fetisisme komoditas menggambarkan bagaimana dalam sistem kapitalis, nilai suatu barang tidak hanya ditentukan oleh kegunaannya, tetapi juga oleh nilai tukarnya di pasar. Hal ini menyebabkan manusia lebih menghargai barang berdasarkan harganya daripada fungsi atau proses produksinya. Akibatnya, hubungan sosial antara produsen dan konsumen menjadi terdistorsi, dan manusia menjadi teralienasi dari hasil kerjanya sendiri.

Konteks Indonesia Kontemporer

Dalam era globalisasi dan kapitalisme modern, Indonesia mengalami transformasi ekonomi yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah mendorong peningkatan konsumsi di kalangan masyarakat. Namun, fenomena fetisisme komoditas menjadi semakin nyata. Masyarakat cenderung menilai status sosial berdasarkan kepemilikan barang-barang mewah, seperti gadget terbaru, kendaraan mahal, dan produk-produk bermerek internasional.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam konsumsi rumah tangga untuk barang-barang non-esensial dalam dekade terakhir. Hal ini mencerminkan pergeseran nilai di masyarakat, di mana kepemilikan materi menjadi indikator kesuksesan dan kebahagiaan.

Marhaenisme vs. Fetisisme Komoditas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun