Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah mencapai tonggak 100 hari pertama pada 20 Januari 2025. Periode ini sering dijadikan ukuran awal untuk menilai arah kebijakan dan prioritas pemerintahan baru. Sebagai seorang Marhaenis, yang menganut ajaran Bung Karno dengan menitikberatkan pada nasionalisme, kerakyatan, dan keadilan sosial, penting bagi kita untuk mengkaji capaian pemerintahan ini dari sudut pandang ideologi tersebut.
Konsolidasi Politik dan Stabilitas Nasional
Salah satu langkah pertama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah pembentukan Kabinet Merah Putih yang terdiri dari 109 anggota, termasuk menteri dan deputi. Kabinet ini merupakan yang terbesar sejak era 1960-an dan diklaim sebagai kabinet kerja yang mampu mengakomodasi berbagai kekuatan politik untuk menjaga stabilitas nasional serta mempercepat implementasi program prioritas.
Strategi konsolidasi politik yang diterapkan oleh pemerintahan ini bertujuan untuk menyelaraskan visi dan misi internal serta menjalin harmoni dengan kekuatan politik eksternal, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan partai-partai lain dalam koalisi. Langkah ini tentu menunjukkan pendekatan pragmatis dalam membangun pemerintahan yang stabil.
Namun, dari perspektif Marhaenisme, efisiensi pemerintahan sangat penting. Ukuran kabinet yang besar ini menimbulkan kekhawatiran terkait efektivitas birokrasi dan potensi pemborosan anggaran. Sebagai Marhaenis, kita menuntut pemerintahan yang efisien, responsif, serta berpihak pada kepentingan rakyat kecil. Jika kabinet terlalu gemuk dan lebih banyak digunakan untuk berbagi kekuasaan dibandingkan untuk melayani rakyat, maka prinsip kerakyatan dan keadilan sosial akan terabaikan. Oleh karena itu, kita harus tetap kritis terhadap kinerja kabinet dalam mengimplementasikan kebijakan yang benar-benar menyentuh kepentingan rakyat banyak.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Antara Solusi dan Tantangan
Salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran yang menjadi perhatian utama adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini dirancang untuk memberikan makanan bergizi kepada anak sekolah, ibu hamil, dan masyarakat kurang mampu, dengan target penerima manfaat mencapai 83 juta orang pada akhir tahun 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program ini.
Dari sudut pandang Marhaenisme, langkah ini positif dan sangat diperlukan. Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, terutama gizi bagi generasi muda dan ibu hamil, merupakan bagian dari cita-cita Bung Karno dalam menciptakan masyarakat yang sehat, cerdas, dan kuat. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai sumber pendanaan program ini, yang sebagian besar berasal dari utang negara.
Sejumlah ekonom mengingatkan bahwa pendanaan MBG yang mengandalkan pinjaman luar negeri bisa membebani keuangan negara di masa depan. Jika tidak dikelola dengan baik, utang yang semakin menumpuk akan membahayakan kemandirian ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mencari sumber pendanaan alternatif, seperti optimalisasi pajak progresif, pengurangan subsidi bagi sektor-sektor yang tidak produktif, dan efisiensi anggaran negara.
Selain itu, ada tantangan dalam pelaksanaan teknis program ini. Pemerintah harus memastikan bahwa MBG distribusinya merata, tidak terjadi korupsi dalam pengadaan bahan pangan, dan tidak hanya menguntungkan segelintir perusahaan penyedia makanan. Prinsip keadilan sosial harus menjadi landasan utama dalam realisasi program ini, sehingga benar-benar bermanfaat bagi masyarakat kecil.
Kebijakan Ekonomi: Menuju Kesejahteraan Rakyat atau Justru Memihak Oligarki?
Dalam 100 hari pertamanya, pemerintahan Prabowo-Gibran juga mengambil beberapa langkah strategis di bidang ekonomi. Salah satunya adalah kebijakan untuk membatasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya pada barang dan jasa mewah. Langkah ini disambut positif oleh masyarakat karena dianggap meringankan beban ekonomi rakyat kecil.
Selain itu, pemerintah mengusulkan pemeriksaan medis gratis, renovasi sekolah, serta pembangunan lebih banyak rumah sakit di daerah-daerah terpencil. Ini menunjukkan komitmen pemerintahan baru dalam meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat.
Namun, tantangan utama dalam kebijakan ekonomi Prabowo-Gibran adalah bagaimana memastikan kebijakan tersebut tidak hanya menguntungkan oligarki. Model ekonomi yang terlalu berpihak pada kepentingan investor besar dan pemilik modal justru bertentangan dengan semangat Marhaenisme. Ekonomi rakyat harus menjadi fokus utama, bukan hanya memberikan insentif kepada pengusaha besar yang sudah mapan.
Pemerintah juga perlu waspada terhadap ancaman privatisasi sektor-sektor strategis, terutama di bidang energi, pangan, dan infrastruktur. Jika terlalu membuka peluang bagi modal asing tanpa perlindungan yang kuat terhadap kepentingan rakyat, maka Indonesia akan semakin jauh dari kemandirian ekonomi yang diperjuangkan oleh Bung Karno.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Survei terbaru dari Litbang Kompas menunjukkan bahwa 80,9% masyarakat puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran dalam 100 hari pertama. Angka ini menunjukkan adanya dukungan kuat dari publik terhadap langkah-langkah yang telah diambil. Namun, bukan berarti pemerintahan ini bebas dari kritik dan tantangan.
Sebagai Marhaenis, kita harus terus mengawal kebijakan pemerintah agar tetap berpihak pada rakyat kecil. Beberapa tantangan yang harus menjadi perhatian ke depan antara lain:
1. Efisiensi birokrasi -- Kabinet yang besar harus tetap efisien dan tidak menjadi beban bagi keuangan negara.
2. Keberlanjutan program sosial -- Program seperti MBG harus memiliki skema pendanaan yang jelas dan berkelanjutan.
3. Kemandirian ekonomi -- Kebijakan ekonomi tidak boleh terlalu berpihak pada investor besar, tetapi harus membangun ekonomi rakyat yang mandiri dan berkeadilan.
4. Pemberantasan korupsi -- Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran negara digunakan dengan transparan dan akuntabel, tanpa dikorupsi oleh elite politik dan birokrasi.
5. Keberpihakan terhadap petani, buruh, dan nelayan -- Pemerintahan harus lebih memperhatikan sektor-sektor produktif rakyat kecil agar kesejahteraan mereka meningkat.
Kesimpulan
100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan langkah-langkah awal yang menjanjikan, terutama dalam stabilitas politik, program sosial, dan kebijakan ekonomi. Namun, kita tidak boleh lengah. Sebagai Marhaenis, kita harus tetap mengawal agar pemerintahan ini tidak keluar dari jalur kerakyatan dan tetap setia pada cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintahan ini memiliki potensi besar untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Namun, tanpa pengawasan dari rakyat, kebijakan yang baik bisa diselewengkan oleh kepentingan elite. Oleh karena itu, kita harus tetap kritis, konstruktif, dan aktif dalam mengawal pemerintahan ini demi Indonesia yang lebih adil, makmur, dan berdaulat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H