Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Parliamentary Threshold VS Stembus Accord: Mana Yang Lebih Efektif?

14 Januari 2025   11:03 Diperbarui: 14 Januari 2025   11:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, berbagai mekanisme politik telah diusulkan dan diterapkan untuk mencapai keseimbangan antara stabilitas pemerintahan dan keterwakilan rakyat. Dua di antara mekanisme yang sering menjadi perdebatan adalah parliamentary threshold (ambang batas parlemen) dan stembus accord (kesepakatan penggabungan suara antarpartai). Kedua konsep ini memengaruhi cara suara pemilih dikonversi menjadi kursi di parlemen, dan masing-masing memiliki kelebihan serta kekurangan yang patut dianalisis lebih dalam.

Apa Itu Parliamentary Threshold?

Parliamentary threshold adalah persentase minimal perolehan suara yang harus dicapai sebuah partai politik dalam pemilihan umum (pemilu) untuk memperoleh kursi di parlemen. Di Indonesia, aturan ini diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai yang masuk parlemen.

Ambang batas parlemen di Indonesia telah berubah seiring waktu. Pada Pemilu 2009, angka ini ditetapkan sebesar 2,5%, kemudian meningkat menjadi 3,5% pada Pemilu 2014, dan menjadi 4% pada Pemilu 2019 hingga 2024. Keputusan ini bertujuan untuk mengurangi fragmentasi politik di parlemen yang dianggap dapat menghambat stabilitas pemerintahan.

Namun, keberadaan ambang batas ini sering menjadi kontroversi. Banyak pihak berpendapat bahwa aturan ini berpotensi menghilangkan suara pemilih yang memilih partai-partai kecil, karena suara mereka tidak terkonversi menjadi kursi parlemen jika partai gagal mencapai ambang batas.

Pada Februari 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait aturan ini. Dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, MK memutuskan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4% tetap berlaku untuk Pemilu 2024, tetapi pemerintah diwajibkan meninjau kembali aturan ini sebelum Pemilu 2029. Putusan ini dianggap sebagai respons terhadap kritik bahwa ambang batas parlemen tidak sepenuhnya adil dalam sistem pemilu yang menganut asas proporsionalitas.

Apa Itu Stembus Accord?

Sebaliknya, stembus accord adalah konsep yang memungkinkan partai-partai kecil berkoalisi untuk menggabungkan perolehan suara mereka sehingga dapat melewati ambang batas parlemen. Dalam praktiknya, partai-partai yang tergabung dalam stembus accord akan menggabungkan suara mereka untuk mendukung satu daftar calon, dan jika koalisi berhasil melampaui ambang batas, kursi yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan awal.

Mekanisme ini memberi kesempatan lebih besar kepada partai-partai kecil untuk tetap terwakili di parlemen, meskipun mereka tidak memiliki basis dukungan yang cukup kuat untuk melewati ambang batas secara individu. Konsep ini juga dinilai lebih inklusif karena mengurangi jumlah suara pemilih yang terbuang.

Namun, stembus accord memiliki kelemahan tersendiri. Koalisi yang dibangun sering kali tidak memiliki kesamaan ideologi atau visi politik yang kuat, sehingga rawan terjadi konflik internal. Selain itu, pembagian kursi dalam koalisi juga bisa menjadi sumber perselisihan.

Kelebihan dan Kekurangan

Parliamentary Threshold

Kelebihan:

1. Meningkatkan Stabilitas Pemerintahan: Dengan jumlah partai yang lebih sedikit di parlemen, pengambilan keputusan politik menjadi lebih mudah dan terkoordinasi.

2. Menyederhanakan Sistem Partai: Ambang batas mendorong partai-partai kecil untuk berkoalisi atau bergabung, sehingga memperkuat sistem kepartaian.

Kekurangan:

1. Suara Pemilih Tidak Terwakili: Suara yang diberikan untuk partai kecil yang gagal melewati ambang batas menjadi sia-sia, sehingga mengurangi tingkat kepercayaan terhadap sistem pemilu.

2. Kurangnya Representasi Politik: Partai-partai kecil yang mewakili kepentingan tertentu, seperti partai lokal atau partai berbasis agama minoritas, sulit masuk ke parlemen.

Stembus Accord

Kelebihan:

1. Representasi Lebih Luas: Partai-partai kecil tetap memiliki peluang untuk terwakili di parlemen melalui koalisi.

2. Menghormati Pilihan Pemilih: Jumlah suara yang terbuang dapat diminimalkan, sehingga lebih banyak suara pemilih yang terkonversi menjadi kursi.

Kekurangan:

1. Kerentanan Koalisi: Koalisi antarpartai yang tidak didasari kesamaan visi sering kali berujung pada konflik internal.

2. Kompleksitas Mekanisme: Proses penggabungan suara dan pembagian kursi memerlukan sistem penghitungan yang rumit dan transparan.

Fakta dan Data Terbaru

Pada Agustus 2024, Partai Nasdem mengusulkan perubahan ambang batas parlemen secara berjenjang, yaitu 7% untuk DPR RI, 5% untuk DPRD provinsi, dan 3% untuk DPRD kabupaten/kota. Tujuan dari usulan ini adalah menciptakan keseimbangan antara stabilitas pemerintahan di tingkat nasional dan inklusivitas di tingkat daerah.

Di sisi lain, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Januari 2025 menyambut baik putusan MK yang menghapus presidential threshold. Perludem menilai hal ini sebagai langkah menuju demokrasi yang lebih inklusif dan adil, meskipun tantangan implementasi tetap ada.

Mana yang Lebih Menguntungkan?

Penentuan mana yang lebih menguntungkan antara parliamentary threshold dan stembus accord sangat tergantung pada prioritas sistem politik yang ingin dicapai. Jika fokusnya adalah stabilitas pemerintahan, maka ambang batas parlemen yang tinggi mungkin lebih efektif. Namun, jika prioritasnya adalah keterwakilan yang lebih luas, maka stembus accord menjadi solusi yang lebih inklusif.

Dalam konteks Indonesia yang memiliki keberagaman politik, sosial, dan budaya, mencari keseimbangan antara stabilitas dan representasi adalah kunci. Putusan MK untuk meninjau ulang ambang batas parlemen sebelum Pemilu 2029 memberikan peluang bagi Indonesia untuk mengevaluasi mekanisme ini agar lebih sesuai dengan kebutuhan demokrasi yang inklusif dan representatif.

Ke depan, diskursus ini akan terus menjadi perhatian, terutama dalam upaya memperkuat demokrasi di tengah tantangan global dan lokal. Sebuah mekanisme politik yang adil dan transparan bukan hanya akan memperkuat legitimasi pemerintahan, tetapi juga membangun kepercayaan rakyat terhadap sistem politik secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun