Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Beban Rakyat Marhaen Kian Berat, Korupsi Malah Menjadi-jadi

14 Januari 2025   04:52 Diperbarui: 14 Januari 2025   04:52 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, beban yang ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya golongan marhaen, semakin berat. Marhaen, sebagai simbol rakyat kecil yang bekerja keras demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, menghadapi berbagai tantangan yang kian kompleks. Ironisnya, di tengah kesulitan yang mereka hadapi, praktik korupsi justru semakin merajalela. Situasi ini menciptakan paradoks yang mengkhawatirkan: ketika rakyat berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, segelintir elit justru memperkaya diri melalui tindakan koruptif.

Beban Ekonomi yang Kian Berat

Tekanan ekonomi yang dirasakan rakyat marhaen bukanlah isapan jempol belaka. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada triwulan II tahun 2024, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini tidak diiringi dengan pemerataan manfaat. Rakyat kecil masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan yang kian mahal, dan layanan kesehatan yang sulit diakses menjadi tantangan utama.

Selain itu, tingkat pengangguran yang masih tinggi menambah beban. Banyak pekerja yang terpaksa menerima upah rendah tanpa jaminan sosial, sementara biaya hidup terus meningkat. Belum lagi, ketergantungan pada sektor informal menjadikan posisi tawar mereka semakin lemah. Situasi ini diperparah oleh dampak pandemi yang masih membayangi, memengaruhi daya beli dan stabilitas ekonomi keluarga.

Korupsi Merajalela di Tengah Penderitaan

Di tengah situasi tersebut, korupsi menjadi momok yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa. Kejaksaan Agung mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, kerugian negara akibat tindak pidana korupsi mencapai Rp310,61 triliun. Bahkan, ada laporan penyitaan barang bukti berupa 58,135 kilogram emas dari kasus-kasus besar. Salah satu kasus yang menyita perhatian adalah dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp300 triliun.

Tak hanya itu, Data sepanjang tahun 2024, terdapat 1.280 kasus korupsi yang diusut, dengan 830 orang ditetapkan sebagai tersangka. Jumlah ini mengindikasikan bahwa korupsi masih menjadi penyakit akut yang sulit diberantas. Pelaku korupsi bukan hanya pejabat pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai pihak dalam lingkaran kekuasaan.

Dampak Korupsi bagi Rakyat Kecil

Praktik korupsi memiliki dampak langsung terhadap kehidupan rakyat marhaen. Anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menyediakan layanan kesehatan, justru dialokasikan untuk kepentingan pribadi para koruptor. Akibatnya, kualitas layanan publik yang diterima rakyat menjadi jauh dari standar.

Misalnya, di sektor pendidikan, korupsi menyebabkan alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran. Sekolah-sekolah di daerah terpencil kekurangan fasilitas, sementara gedung-gedung mewah untuk kepentingan pejabat terus bermunculan. Dalam bidang kesehatan, korupsi mengakibatkan banyak rumah sakit yang kekurangan alat medis, sehingga rakyat kecil harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan perawatan yang layak.

Perspektif Tokoh Progresif-Revolusioner

Tan Malaka, seorang pemikir revolusioner Indonesia, dalam karyanya "Madilog" (Materialisme, Dialektika, dan Logika) pernah mengingatkan bahwa tanpa kesadaran kelas, rakyat akan terus berada dalam lingkaran penindasan. Menurut Tan Malaka, korupsi adalah manifestasi dari struktur sosial yang timpang, di mana kekuasaan digunakan bukan untuk melayani rakyat, tetapi untuk memperkaya diri sendiri.

Pramoedya Ananta Toer, dalam karyanya yang penuh kritik sosial, menggambarkan bagaimana kesenjangan sosial dan ketidakadilan sistemik memengaruhi kehidupan rakyat kecil. Melalui karya-karyanya, ia mengajak pembaca untuk tidak hanya memahami, tetapi juga melawan ketidakadilan yang diakibatkan oleh korupsi dan penyelewengan kekuasaan.

Tokoh-tokoh ini mengingatkan bahwa korupsi bukan hanya soal hukum, tetapi juga persoalan moral dan struktural yang membutuhkan perubahan mendasar. Kesadaran kolektif rakyat diperlukan untuk melawan praktik korupsi yang menggerogoti hak-hak mereka.

Pemberantasan Korupsi: Antara Harapan dan Realitas

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya telah dilakukan melalui pembentukan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, efektivitasnya sering dipertanyakan. Banyak pihak menilai bahwa intervensi politik dan lemahnya hukuman bagi koruptor menjadi penghambat utama dalam penegakan hukum.

Kasus-kasus besar sering kali hanya berujung pada hukuman yang ringan. Bahkan, beberapa pelaku korupsi mendapatkan fasilitas mewah selama menjalani hukuman. Hal ini menimbulkan skeptisisme di kalangan masyarakat tentang keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.

Peran Rakyat dalam Melawan Korupsi

Di tengah tantangan ini, rakyat memiliki peran strategis dalam melawan korupsi. Kesadaran untuk mengawasi penggunaan anggaran, melaporkan tindakan korupsi, dan mendukung kebijakan antikorupsi harus terus ditingkatkan. Selain itu, pendidikan antikorupsi perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah, sehingga generasi muda memiliki pemahaman yang kuat tentang bahaya korupsi.

Gerakan masyarakat sipil juga dapat menjadi alat yang efektif untuk menekan pemerintah agar lebih transparan dan akuntabel. Dengan menggalang solidaritas, rakyat dapat menjadi kekuatan yang tak tergoyahkan dalam melawan korupsi.

Kesimpulan

Beban yang ditanggung oleh rakyat marhaen semakin berat, sementara praktik korupsi terus menjadi-jadi. Ketimpangan sosial yang dihasilkan oleh korupsi tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga memperparah penderitaan rakyat kecil.

Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama. Tidak hanya melalui penegakan hukum yang tegas, tetapi juga melalui perubahan struktural dan budaya yang mendukung transparansi serta akuntabilitas. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda, harapan untuk Indonesia yang lebih bersih dan adil masih dapat diwujudkan. Rakyat marhaen berhak mendapatkan keadilan, dan perjuangan melawan korupsi adalah bagian dari upaya mewujudkan cita-cita tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun