Marhaenisme, sebagai sebuah ideologi politik yang lahir dari pemikiran Bung Karno, menawarkan visi dan arah bagi pembangunan bangsa Indonesia yang berlandaskan keadilan sosial. Dengan fokus pada pemberdayaan rakyat kecil---petani, buruh, dan kaum miskin kota---Marhaenisme mengakar kuat pada nilai-nilai kebangsaan, kolektivisme, dan semangat gotong royong. Dalam konteks kekinian, gagasan Marhaenisme ini dapat diaktualisasikan melalui berbagai program sosial yang menyasar kebutuhan mendasar masyarakat, salah satunya adalah penyediaan makanan bergizi gratis.
Urgensi Program Makanan Bergizi Gratis
Di Indonesia, masalah gizi buruk dan stunting masih menjadi tantangan besar. Data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023 menunjukkan bahwa prevalensi stunting nasional mencapai 21,6 persen. Angka ini meskipun menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetap berada di atas ambang batas yang ditetapkan WHO, yaitu 20 persen. Selain itu, masalah gizi kurang, anemia pada ibu hamil, dan kurangnya akses terhadap makanan sehat menjadi indikator bahwa diperlukan upaya yang lebih serius untuk memperbaiki kualitas gizi masyarakat.
Melalui program makanan bergizi gratis, pemerintah berupaya mengatasi permasalahan ini dengan pendekatan yang terstruktur dan inklusif. Program ini tidak hanya menyasar anak-anak sebagai generasi penerus bangsa, tetapi juga mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok masyarakat rentan lainnya. Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil, sejalan dengan semangat Marhaenisme yang menempatkan kebutuhan rakyat di atas segalanya.
Penerapan Program Makanan Bergizi Gratis
Pada 6 Januari 2025, pemerintah secara resmi meluncurkan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di 26 provinsi di Indonesia. Program ini dilaksanakan melalui 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di berbagai daerah. Dalam tahap awal, program ini menargetkan sekitar 600.000 penerima manfaat, dengan cakupan yang terus diperluas untuk mencapai 15 hingga 20 juta penerima manfaat sepanjang tahun.
Program ini juga dilengkapi dengan menu makanan yang dirancang oleh ahli gizi, memastikan bahwa setiap penerima mendapatkan nutrisi yang memadai sesuai dengan kebutuhan harian mereka. Misalnya, anak-anak mendapatkan asupan kaya protein, karbohidrat, dan sayuran, sementara ibu hamil diberikan makanan tambahan yang mengandung zat besi untuk mencegah anemia.
Dalam APBN 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk mendukung keberlangsungan program ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pendanaan program ini tidak akan mengurangi alokasi dana untuk sektor pendidikan, seperti Dana BOS, sehingga dapat berjalan beriringan tanpa mengorbankan prioritas pembangunan lainnya.
Tantangan Pelaksanaan Program
Namun, seperti program sosial lainnya, Program Makanan Bergizi Gratis tidak luput dari tantangan. Salah satu kendala utama adalah distribusi yang belum merata. Banyak daerah terpencil yang belum mendapatkan akses terhadap layanan ini, sehingga memerlukan upaya lebih lanjut untuk memperluas cakupan program.
Koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait juga menjadi kunci keberhasilan program ini. Kurangnya sinergi dapat menyebabkan inefisiensi dalam pelaksanaan, seperti keterlambatan distribusi makanan atau minimnya sosialisasi kepada masyarakat. Selain itu, keberlanjutan program ini juga sangat bergantung pada komitmen pemerintah untuk terus mengalokasikan anggaran yang memadai di tengah berbagai prioritas pembangunan lainnya.
Relevansi dengan Marhaenisme
Program makanan bergizi gratis mencerminkan prinsip-prinsip utama Marhaenisme yang relevan hingga saat ini. Pertama, program ini menunjukkan keberpihakan kepada rakyat kecil. Dalam semangat Marhaenisme, rakyat kecil merupakan ujung tombak pembangunan bangsa. Dengan menyediakan makanan bergizi gratis, pemerintah membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang sering kali terpinggirkan dalam arus pembangunan ekonomi.
Kedua, nilai kolektivisme dan gotong royong sangat tercermin dalam pelaksanaan program ini. Berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga lembaga swasta, dilibatkan untuk memastikan program berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya bergantung pada satu pihak, melainkan hasil kerja bersama yang terkoordinasi.
Ketiga, program ini juga sejalan dengan prinsip keadilan sosial yang menjadi inti dari Marhaenisme. Dengan memastikan akses yang setara terhadap makanan bergizi, program ini berkontribusi pada pengurangan kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.
Manfaat Jangka Panjang Program
Dampak positif dari program ini tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga membawa manfaat jangka panjang bagi pembangunan bangsa. Anak-anak yang mendapatkan asupan gizi yang cukup akan tumbuh menjadi generasi yang lebih sehat, cerdas, dan produktif. Ibu hamil yang mendapatkan nutrisi memadai juga dapat melahirkan anak-anak yang lebih sehat, mengurangi risiko stunting dan masalah kesehatan lainnya.
Dalam jangka panjang, program ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing bangsa di kancah global. Selain itu, keberhasilan program ini juga dapat menjadi model bagi negara-negara lain dalam mengatasi masalah gizi buruk melalui pendekatan yang berbasis pada keadilan sosial.
Kesimpulan
Program Makanan Bergizi Gratis adalah implementasi nyata dari semangat Marhaenisme di era modern. Dengan fokus pada pemberdayaan rakyat kecil, kolektivisme, dan keadilan sosial, program ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan program ini memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Tantangan-tantangan yang ada harus diatasi melalui koordinasi yang lebih baik dan evaluasi yang berkelanjutan. Dengan demikian, program ini tidak hanya menjadi solusi sementara, tetapi juga fondasi bagi pembangunan bangsa yang lebih adil dan berkelanjutan.
Melalui pelaksanaan program ini, Indonesia tidak hanya menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat kecil, tetapi juga membuktikan bahwa nilai-nilai Marhaenisme tetap relevan dan mampu menjadi panduan dalam menghadapi tantangan zaman. Ini adalah bukti bahwa keadilan sosial bukan hanya cita-cita, melainkan dapat diwujudkan melalui aksi nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H