Harapan menguap, tak tersisa bahagia.
Langit pagi menenun jingga dalam kain takdir,
Namun bayang-bayang gelap tetap hadir.
Mentari mencoba memeluk, menawarkan hangat,
Namun hatiku adalah rimba tanpa arah dan tempat.
Nestapa ini, seperti reruntuhan di dasar samudra,
Diam, dalam, dan tanpa suara.
Fajar datang seperti janji yang sia-sia,
Hanya membalut luka dengan cahaya sementara.
Oh pagi, engkau lukisan paradoks yang abadi,
Antara janji baru dan duka yang tak terganti.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!