Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Nasib Hubungan AS-Uni Eropa Pasca-Terpilihnya Kembali Trump

18 Desember 2024   04:45 Diperbarui: 18 Desember 2024   04:45 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada pemilu 2024 telah memicu berbagai spekulasi mengenai masa depan hubungan transatlantik antara AS dan Uni Eropa. Selama masa jabatannya yang pertama (2017--2021), Trump dikenal dengan kebijakan "America First" yang sering kali dianggap mengabaikan kepentingan sekutu tradisional Amerika, termasuk negara-negara Uni Eropa. Ketegangan yang timbul dari kebijakan ini mencakup isu perdagangan, perubahan iklim, keamanan, dan geopolitik, yang kesemuanya berdampak pada stabilitas hubungan internasional. Dengan Trump kembali menduduki Gedung Putih, tantangan lama yang sempat mereda selama kepemimpinan Joe Biden kini berpotensi muncul kembali dengan eskalasi yang lebih besar.

Kebijakan Perdagangan yang Proteksionis

Salah satu kebijakan yang dikhawatirkan oleh Uni Eropa adalah pendekatan proteksionis Trump dalam bidang perdagangan. Selama masa jabatan pertamanya, Trump memberlakukan tarif pada baja dan aluminium impor, termasuk dari Eropa. Ancaman tarif tambahan, terutama pada sektor otomotif Eropa, menciptakan ketegangan dalam hubungan ekonomi antara kedua belah pihak. Bahkan, Trump pernah menyebut Uni Eropa sebagai "musuh dagang" AS, menyamakan mereka dengan Cina dalam hal ancaman ekonomi terhadap kepentingan Amerika.

Dalam kampanye pemilu 2024, Trump kembali mengusung wacana tarif universal hingga 10-20% untuk semua barang impor ke AS, serta tarif hingga 60% untuk produk-produk Cina. Meskipun target utama kebijakan ini adalah Cina, dampaknya bisa meluas ke negara-negara Eropa yang memiliki hubungan dagang besar dengan AS. Uni Eropa adalah salah satu mitra dagang terbesar AS, dengan total nilai perdagangan mencapai lebih dari $1 triliun pada tahun 2023. Ancaman perang dagang kembali menjadi perhatian utama bagi ekonomi kedua belah pihak, terutama di tengah perlambatan ekonomi global pasca-pandemi.

Ketidaksepahaman dalam Isu Perubahan Iklim

Pendekatan Trump terhadap perubahan iklim juga menjadi salah satu isu utama yang memengaruhi hubungan AS-Uni Eropa. Selama masa jabatan pertamanya, Trump menarik AS keluar dari Perjanjian Paris, langkah yang sangat dikritik oleh Uni Eropa. Sementara Eropa terus memimpin dalam agenda perubahan iklim melalui Green Deal dan transisi energi bersih, Trump justru kembali mempromosikan penggunaan bahan bakar fosil dan memperlonggar regulasi lingkungan di dalam negeri.

Terpilihnya kembali Trump mengancam kemajuan diplomasi iklim global yang telah dibangun selama kepemimpinan Joe Biden. Uni Eropa yang memiliki ambisi untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 kemungkinan akan menghadapi tantangan besar dalam mencari dukungan dari AS di bawah kepemimpinan Trump. Ketiadaan koordinasi ini tidak hanya melemahkan posisi kolektif dunia Barat dalam menangani krisis iklim, tetapi juga memperkuat posisi negara-negara seperti Cina dan India yang cenderung lebih lambat dalam adopsi kebijakan ramah lingkungan.

Ketegangan dalam Aliansi Keamanan NATO

Di bidang keamanan, kebijakan luar negeri Trump selama masa jabatan pertamanya telah memicu ketegangan dalam hubungan transatlantik. Trump berulang kali mengkritik negara-negara anggota NATO di Eropa karena dianggap tidak memenuhi kewajiban mereka untuk menyumbang 2% dari PDB ke dalam anggaran pertahanan aliansi. Bahkan, Trump sempat mengancam akan menarik AS dari NATO, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas keamanan Eropa, terutama di tengah ancaman Rusia di kawasan timur.

Dengan kembalinya Trump, Uni Eropa harus bersiap menghadapi tekanan yang lebih besar untuk meningkatkan kontribusi mereka terhadap NATO. Selain itu, pendekatan unilateral Trump dalam kebijakan luar negeri, seperti penarikan pasukan AS dari Suriah dan Afghanistan tanpa konsultasi dengan sekutu, menjadi preseden yang menunjukkan bagaimana Trump dapat mengambil keputusan sepihak tanpa memperhatikan kepentingan kolektif. Dalam konteks konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung, kerjasama keamanan yang erat antara AS dan Uni Eropa sangat diperlukan, tetapi gaya kepemimpinan Trump bisa menjadi penghalang bagi koordinasi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun