Marhaenisme, ideologi yang diperkenalkan oleh Bung Karno, berakar pada cita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pandangan Marhaenisme, kaum marhaen---yakni petani kecil, buruh, dan pelaku usaha mikro---adalah kekuatan utama dalam membangun bangsa. Namun, mereka sering kali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi, seperti pandemi COVID-19 dan bencana alam. Salah satu isu yang mencuat saat ini adalah tingginya beban utang yang menghimpit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang sejatinya menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Dalam semangat Marhaenisme, kebijakan penghapusan utang UMKM yang saat ini mulai dilaksanakan oleh pemerintah menjadi angin segar bagi jutaan pelaku usaha kecil. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang bernapas bagi UMKM yang terdampak krisis, agar mereka dapat bangkit kembali dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan Penghapusan Utang UMKM
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan kebijakan penghapusan utang UMKM melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024. Kebijakan ini merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional pascapandemi. Menteri Koperasi dan UMKM, menyatakan bahwa program ini bertujuan untuk membantu UMKM yang tidak mampu melunasi utangnya akibat situasi di luar kendali, seperti pandemi atau bencana alam.
Sebagai langkah awal, program ini menyasar sekitar 1 juta pelaku UMKM dengan total nilai utang yang dihapuskan mencapai Rp10 triliun. Sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam kebijakan ini meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan. Kebijakan ini tidak hanya memberikan keringanan finansial, tetapi juga menjadi simbol keberpihakan pemerintah terhadap rakyat kecil.
Kriteria dan Mekanisme Penghapusan Utang
Untuk memastikan kebijakan ini tepat sasaran, pemerintah menetapkan sejumlah kriteria. Pertama, jumlah utang yang dihapus maksimal Rp300 juta untuk perorangan dan Rp500 juta untuk badan usaha. Kedua, utang tersebut harus telah jatuh tempo selama lebih dari 10 tahun. Ketiga, pelaku usaha yang mendapat manfaat kebijakan ini harus berasal dari sektor-sektor prioritas yang telah ditentukan.
Mekanisme pelaksanaan penghapusan utang dilakukan melalui kerja sama dengan bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Bank-bank tersebut akan mengidentifikasi dan menyeleksi debitur yang memenuhi kriteria. Setelah itu, utang yang dianggap macet akan dihapus melalui proses penghapusbukuan.
Namun, untuk menghindari moral hazard, pemerintah menegaskan pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat. Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), juga menekankan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini agar tidak disalahgunakan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Kebijakan penghapusan utang UMKM diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan, baik secara sosial maupun ekonomi. Menurut data Kementerian Koperasi dan UMKM, sektor UMKM menyumbang sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 120 juta orang. Dengan mengurangi beban utang, pelaku UMKM dapat lebih fokus pada pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja.
DPR RI, menyatakan bahwa program ini akan membantu UMKM yang selama ini terjebak dalam lingkaran utang untuk bangkit kembali. Hal ini tidak hanya berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, pengamat ekonomi meyakini bahwa kebijakan ini dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Dengan menghapus beban utang yang berat, pelaku usaha kecil memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarganya.
Tantangan dalam Implementasi
Meskipun kebijakan ini membawa harapan baru, implementasinya tidak luput dari tantangan. Salah satu kritik yang muncul adalah skema penghapusan utang yang bersifat parsial. Dari sekitar 6 juta debitur UMKM yang terdampak, hanya 1 juta yang akan mendapat manfaat kebijakan ini.
Selain itu, proses seleksi debitur yang berhak mendapatkan penghapusan utang berpotensi menimbulkan masalah. Jika tidak dilakukan secara transparan, hal ini dapat memicu ketidakpuasan di kalangan pelaku UMKM. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat dan mekanisme seleksi yang adil menjadi kunci keberhasilan program ini.
Relevansi Marhaenisme dalam Kebijakan Ini
Semangat Marhaenisme yang diperjuangkan oleh Bung Karno sangat relevan dengan kebijakan penghapusan utang UMKM. Ideologi ini mengajarkan pentingnya keberpihakan kepada rakyat kecil dalam setiap kebijakan pemerintah. Dalam konteks penghapusan utang, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberdayakan kaum marhaen.
Penghapusan utang UMKM juga menjadi bentuk nyata dari upaya mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kecil untuk bangkit kembali, pemerintah berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Kesimpulan
Kebijakan penghapusan utang UMKM merupakan langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan keadilan ekonomi, sesuai dengan nilai-nilai Marhaenisme. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, kebijakan ini memiliki potensi besar untuk menggerakkan roda perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil.
Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada pelaksanaan yang transparan dan adil. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar menyentuh mereka yang paling membutuhkan, tanpa menimbulkan efek negatif seperti moral hazard. Dengan semangat gotong royong dan keberpihakan kepada rakyat kecil, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita besar Bung Karno: sebuah negara yang adil, makmur, dan berdaulat di tangan rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H