Hamas dan Hizbullah adalah dua aktor utama dalam dinamika geopolitik Timur Tengah. Keduanya memiliki pengaruh signifikan, terutama dalam konflik dengan Israel dan peran mereka di kawasan. Namun, skenario jatuhnya Bashar al-Assad, pemimpin Suriah yang telah memerintah sejak tahun 2000, dapat mengubah kekuatan mereka secara mendalam. Assad adalah sekutu strategis Iran, yang juga menjadi pendukung utama Hizbullah. Suriah telah berfungsi sebagai jalur utama suplai senjata Iran ke Hizbullah, menjadikannya medan strategis yang vital.
### **Hizbullah dan Ketergantungan pada Suriah**
Hizbullah adalah organisasi sosial-politik berbasis di Lebanon yang dikenal karena kekuatan militernya dan pengaruh politiknya di wilayah tersebut. Sejak konflik Suriah pecah pada 2011, Hizbullah secara aktif mendukung Assad, mengerahkan ribuan pejuangnya untuk membantu melawan oposisi dan kelompok ekstremis. Dukungan ini tidak hanya mempertahankan rezim Assad, tetapi juga memperkuat kehadiran Hizbullah di Suriah, termasuk di wilayah Qalamoun dan dekat perbatasan Lebanon.
Namun, jika Assad tumbang, Hizbullah menghadapi tantangan serius. Pertama, jalur logistik Iran melalui Suriah bisa terputus. Selama ini, Suriah menjadi penghubung utama dalam pengiriman senjata dan dukungan finansial dari Iran ke Hizbullah. Kedua, kehilangan Suriah sebagai basis operasional strategis dapat melemahkan posisi Hizbullah dalam menghadapi Israel, musuh utamanya. Selain itu, pertempuran yang berlarut-larut telah menguras sumber daya Hizbullah, membuatnya semakin bergantung pada Iran.
Iran, sebagai pendukung utama Hizbullah, juga akan menghadapi kesulitan jika Assad jatuh. Dengan tekanan sanksi internasional yang semakin berat, kemampuan Iran untuk menopang Hizbullah secara finansial dan militer mungkin akan menurun. Kehilangan Suriah akan menjadi pukulan ganda bagi Iran dan Hizbullah dalam perjuangan mereka melawan pengaruh Israel dan Barat di kawasan.
### **Hamas: Hubungan yang Kompleks dengan Suriah dan Iran**
Sementara itu, Hamas, yang berbasis di Gaza, memiliki hubungan yang lebih kompleks dengan Suriah dan Iran. Sebelum konflik Suriah, Hamas memiliki hubungan yang erat dengan Assad. Namun, dukungan Hamas terhadap oposisi Suriah pada awal konflik menyebabkan hubungan itu memburuk. Hamas bahkan memindahkan markas politiknya dari Damaskus ke Qatar pada 2012 sebagai bentuk protes terhadap tindakan keras Assad terhadap rakyatnya.
Meskipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir, Hamas telah berusaha memulihkan hubungan dengan Iran dan Hizbullah. Dukungan Iran tetap penting bagi Hamas dalam hal pendanaan dan pasokan senjata. Namun, jika Assad jatuh, Hamas mungkin akan menghadapi tantangan baru dalam mencari dukungan dari sekutu regional lainnya. Dengan meningkatnya ketidakstabilan di Suriah, Hamas mungkin harus lebih mengandalkan dukungan dari Qatar, Turki, dan sumber daya internal untuk mempertahankan kekuatan militernya di Gaza.
### **Dampak Regional**
Kejatuhan Assad akan mempengaruhi dinamika geopolitik Timur Tengah secara keseluruhan. Pertama, kelompok oposisi Suriah yang didukung Turki dapat mengisi kekosongan kekuasaan, mengurangi pengaruh Iran di kawasan. Kedua, Israel kemungkinan akan meningkatkan operasi militernya untuk mencegah penguatan kelompok-kelompok pro-Iran seperti Hizbullah. Ketiga, Rusia, yang selama ini menjadi penjamin utama keberlangsungan rezim Assad, mungkin akan mengurangi keterlibatannya di Suriah, menciptakan ruang bagi aktor regional lainnya untuk memperluas pengaruh mereka.
### **Adaptasi Strategis Hamas dan Hizbullah**
Dalam menghadapi kemungkinan ini, baik Hamas maupun Hizbullah harus mengadaptasi strategi mereka. Hizbullah mungkin akan mencoba memperkuat kehadirannya di Lebanon dan mencari jalur alternatif untuk suplai senjata dari Iran. Di sisi lain, Hamas dapat memperkuat aliansinya dengan Turki dan Qatar untuk menggantikan dukungan yang hilang dari Suriah. Keduanya juga mungkin akan mencari cara untuk meningkatkan sumber daya internal dan mengurangi ketergantungan pada dukungan eksternal.
### **Fakta dan Data Terbaru**
Menurut laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), konflik di Suriah telah menewaskan lebih dari 300.000 orang dalam lebih dari satu dekade terakhir. Pasukan Rezim Assad terdesak menghadapi perlawanan dari kelompok oposisi di wilayah-wilayah seperti Latakia, meskipun telah mendapatkan dukungan signifikan dari Iran dan Rusia. Di sisi lain, Israel terus meningkatkan serangannya terhadap posisi Hizbullah dan kelompok pro-Iran di Suriah, mencerminkan ketegangan yang semakin memanas.
Hamas juga terus menghadapi tantangan di Gaza, termasuk blokade Israel dan ketidakstabilan politik internal. Namun, dukungan dari Qatar dan Turki tetap menjadi tulang punggung bagi operasi mereka. Pada 2024, Hamas memperkuat pertahanannya dengan mengembangkan jaringan terowongan bawah tanah yang digunakan untuk melindungi aset militernya dari serangan udara Israel.
### **Kesimpulan**
Kejatuhan Bashar al-Assad akan menjadi titik balik dalam dinamika Timur Tengah, terutama bagi Hamas dan Hizbullah. Keduanya akan kehilangan salah satu sekutu strategis utama mereka, memaksa mereka untuk mencari jalur baru untuk bertahan hidup. Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, baik Hamas maupun Hizbullah memiliki sejarah panjang dalam beradaptasi dengan perubahan geopolitik. Dukungan ideologis dan finansial dari sekutu regional akan tetap menjadi faktor kunci dalam menentukan masa depan mereka dikawasan yang terus bergolak ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI