Isu Palestina selalu menjadi pusat perhatian dalam dinamika Timur Tengah, terutama dalam konteks negara-negara yang sedang dilanda konflik seperti Suriah. Sejak perang saudara pecah pada 2011, dukungan Suriah terhadap Palestina mengalami perubahan drastis. Sebelum perang, Suriah dikenal sebagai salah satu pendukung utama perjuangan Palestina. Namun, dengan meningkatnya konflik internal, fokus utama negara itu telah beralih ke kelangsungan rezim dan keamanan nasionalnya.
Kini, dengan oposisi bersenjata yang menguasai wilayah seperti Idlib, Aleppo, Dan Damaskus Hari ini, pertanyaan besar muncul: bagaimana nasib perjuangan Palestina di tangan mereka? Apakah isu Palestina tetap relevan di tengah prioritas lokal mereka, atau justru akan memudar dalam konflik yang tak kunjung usai?
Dinamika Oposisi Suriah dan Palestina
Oposisi Suriah terdiri dari berbagai faksi dengan ideologi dan kepentingan yang beragam. Beberapa kelompok, seperti Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), memiliki pengaruh kuat di wilayah Idlib dan beberapa bagian Aleppo, serta Damaskus. Kelompok ini dikenal memiliki agenda yang lebih berfokus pada penegakan pemerintahan Islam lokal daripada solidaritas terhadap perjuangan Palestina. Meski demikian, tidak sedikit faksi lain yang mencoba mempertahankan komitmen terhadap Palestina untuk mendapatkan dukungan internasional.
Di sisi lain, pengungsi Palestina yang tinggal di Suriah mengalami tekanan luar biasa selama konflik berlangsung. Sebelum perang, ada lebih dari 560 ribu warga Palestina yang menetap di Suriah. Namun, sebagian besar dari mereka terpaksa mengungsi akibat pertempuran yang meluas hingga ke kamp pengungsian seperti Yarmouk. Kamp Yarmouk, yang pernah menjadi simbol dukungan Suriah terhadap Palestina, kini berubah menjadi puing-puing setelah menjadi medan pertempuran antara rezim dan oposisi.
Peran Internasional dalam Konflik Suriah
Nasib Palestina di bawah kendali oposisi Suriah juga tidak bisa dilepaskan dari campur tangan internasional. Amerika Serikat dan Israel, misalnya, memantau dengan cermat situasi di Suriah, terutama setelah oposisi mulai merebut wilayah strategis seperti Idlib dan Aleppo. Kekhawatiran terbesar mereka adalah jatuhnya senjata strategis Suriah ke tangan kelompok-kelompok yang dianggap sebagai ancaman.
Di sisi lain, Rusia dan Iran tetap menjadi pendukung utama rezim Bashar al-Assad, yang sebelumnya menjadi tulang punggung dukungan terhadap Palestina. Dengan oposisi yang semakin kuat, fokus Rusia dan Iran terhadap Palestina tampaknya juga mulai berkurang.
Sementara itu, negara-negara seperti Turki, yang secara aktif mendukung beberapa faksi oposisi, juga memiliki kepentingan regional yang lebih luas. Meski Turki secara terbuka mendukung Palestina, keterlibatan mereka di Suriah lebih berfokus pada stabilitas perbatasan dan pengendalian kelompok Kurdi daripada penguatan solidaritas Palestina.
Tantangan Solidaritas Palestina
Dalam konteks ini, dukungan terhadap Palestina menghadapi tantangan besar. Konflik internal di Suriah telah mengalihkan perhatian banyak pihak dari isu Palestina ke upaya penyelesaian konflik domestik. Hal ini terlihat dari berkurangnya bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Palestina di Suriah, yang semakin sulit diakses akibat ketidakstabilan wilayah.
Selain itu, fragmentasi di tubuh oposisi Suriah membuat konsistensi dukungan terhadap Palestina semakin sulit dicapai. Beragamnya ideologi dan agenda di antara faksi-faksi oposisi menyebabkan kurangnya visi yang menyeluruh terhadap isu internasional, termasuk Palestina.
Namun, Palestina masih memiliki peluang untuk mendapatkan dukungan, meskipun terbatas. Beberapa kelompok oposisi mungkin menggunakan isu Palestina sebagai alat politik untuk menarik simpati global. Dengan menonjolkan solidaritas terhadap Palestina, mereka dapat meningkatkan legitimasi internasional dan memperkuat dukungan dari negara-negara yang pro-Palestina.
Kesimpulan
Nasib Palestina di tangan oposisi Suriah adalah teka-teki yang kompleks dan penuh ketidakpastian. Dengan oposisi yang terpecah dan fokus pada konflik lokal, perjuangan Palestina berisiko kehilangan perhatian. Namun, peluang tetap ada, terutama jika kelompok-kelompok tertentu dalam oposisi memanfaatkan isu Palestina untuk memperluas dukungan internasional.
Di sisi lain, campur tangan internasional, baik dari negara-negara Barat, Rusia, Iran, maupun Turki, turut memengaruhi bagaimana oposisi Suriah menangani isu Palestina. Jika situasi politik dan militer di Suriah semakin stabil, ada kemungkinan dukungan terhadap Palestina dapat kembali menjadi salah satu prioritas.
Untuk saat ini, perjuangan Palestina tampaknya akan terus bergulat di tengah konflik yang kompleks, menunggu arah baru dari perubahan geopolitik dan politik internal di Suriah. Yang jelas, kelangsungan solidaritas terhadap Palestina sangat bergantung pada kemampuan pihak-pihak terkait untuk menyatukan visi dan kepentingan mereka di tengah dinamika yang terus berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H