Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Konflik PDI-P Vs Jokowi: Bagaimana Rakyat Marhaen Harus Menyikapinya?

8 Desember 2024   14:56 Diperbarui: 8 Desember 2024   17:41 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketegangan politik antara PDI-Perjuangan (PDI-P) dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan utama menjelang Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 lalu. Konflik ini semakin mencuat setelah Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi, dicalonkan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Langkah ini dianggap sebagai tantangan langsung terhadap PDI-P yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden pada Pemilu 14 Februari yang lalu. Pertanyaannya, bagaimana rakyat marhaen harus menyikapi perseteruan politik ini?

### **Akar Konflik: Sejarah Ketegangan Jokowi dan PDI-P**

Hubungan antara Jokowi dan PDI-P telah lama diwarnai dinamika. Sebagai figur yang diusung PDI-P sejak Pilkada Solo hingga dua kali Pilpres, Jokowi tetap dianggap kurang mengakar secara ideologis dalam tubuh partai. Dalam banyak kesempatan, Jokowi mengambil langkah politik yang dianggap berseberangan dengan garis kebijakan PDI-P. Salah satu contohnya adalah pembentukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mendukung Prabowo Subianto, sementara PDI-P tetap setia pada Ganjar dalam Pilpres lalu

Ketegangan ini mencapai puncaknya ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan terkait batas usia calon wakil presiden, yang memungkinkan Gibran untuk maju sebagai cawapres. Banyak yang menduga bahwa keputusan ini dipengaruhi oleh intervensi politik dari lingkaran kekuasaan Jokowi. PDI-P memandang langkah ini sebagai pengkhianatan terhadap soliditas partai dan basis ideologis yang mereka perjuangkan.

### **Implikasi Politik untuk PDI-P dan Jokowi**

Perpecahan ini tidak hanya memengaruhi citra Jokowi dan PDI-P, tetapi juga berdampak pada stabilitas politik nasional. Sebagai partai yang menjadi kendaraan politik utama Jokowi, PDI-P menghadapi tantangan besar untuk menjaga kepercayaan pemilih. Di sisi lain, Jokowi harus menghadapi kritik atas tindakannya yang dianggap lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarganya dibandingkan loyalitas kepada partai yang telah membesarkannya.

PDI-P kini menghadapi dilema besar. Mereka harus memastikan bahwa Partai Berlambang Banteng Bulat itu mendapatkan dukungan penuh, sekaligus mengantisipasi kemungkinan fragmentasi suara akibat popularitas Jokowi yang tetap tinggi di kalangan rakyat kecil. Dalam konteks ini, manuver politik Jokowi dan Gibran berpotensi melemahkan basis dukungan PDI-P di akar rumput, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang selama ini menjadi lumbung suara mereka.

### **Dilema Rakyat Marhaen**

Rakyat marhaen, yang menjadi basis utama pendukung PDI-P, kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, mereka memiliki kesetiaan ideologis terhadap PDI-P sebagai partai yang memperjuangkan nilai-nilai kerakyatan dan Soekarnoisme. Di sisi lain, mereka sulit mengabaikan figur Jokowi yang telah memberikan banyak kontribusi nyata, terutama di sektor infrastruktur dan pembangunan desa.

Dalam situasi seperti ini, rakyat marhaen harus berpikir kritis. Pilihan politik mereka harus didasarkan pada prinsip dan visi jangka panjang, bukan sekadar loyalitas terhadap figur tertentu. Mereka perlu mempertimbangkan tiga aspek utama:

1. **Kepentingan Ideologis**: Apakah langkah politik yang diambil oleh PDI-P dan Jokowi tetap sejalan dengan semangat kerakyatan yang mereka perjuangkan? Rakyat harus memastikan bahwa suara mereka tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pragmatis elite politik.

2. **Kritik yang Konstruktif**: Rakyat perlu berani mengkritik kebijakan atau tindakan yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai kerakyatan, baik dari PDI-P maupun Jokowi dan KIM. Sikap kritis ini penting untuk menjaga keseimbangan politik dan mendorong kebijakan yang pro-rakyat.

3. **Fokus pada Program Nyata**: Dalam menghadapi berbagai janji politik, rakyat harus lebih memperhatikan program kerja dan visi misi kandidat. Pilihan mereka harus didasarkan pada siapa yang benar-benar memiliki komitmen untuk memperjuangkan keadilan sosial.

### **Dampak bagi Pemilu dan Pilkada 2024**

Ketegangan ini juga memiliki dampak signifikan bagi konfigurasi politik Pemilu dan Pilkada 2024 Kemarin. Fragmentasi di tubuh PDI-P dan konflik dengan Jokowi berpotensi menguntungkan koalisi lain, terutama Koalisi Indonesia Maju yang didukung Prabowo dan Jokowi. Selain itu, konflik ini juga memberikan peluang bagi partai-partai lain untuk menarik suara dari pemilih yang kecewa dengan PDI-P atau Jokowi.

Dalam konteks Pilkada, konflik ini dapat memengaruhi peta politik di daerah. Basis tradisional PDI-P di wilayah tertentu, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, mungkin mengalami erosi jika pendukung Jokowi memutuskan untuk mengalihkan dukungan mereka ke kandidat lain yang didukung oleh KIM atau koalisi lainnya. Situasi ini menjadi tantangan besar bagi PDI-P untuk mempertahankan hegemoni politiknya di tingkat lokal.

### **Langkah Rakyat Marhaen: Bersatu untuk Kepentingan Bersama**

Rakyat marhaen harus tetap bersatu dan tidak terpecah belah oleh konflik elite. Mereka harus menjadikan momen ini sebagai pelajaran untuk lebih memahami dinamika politik dan memperjuangkan aspirasi mereka secara kolektif. Ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh rakyat marhaen:

1. **Meningkatkan Literasi Politik**: Pemahaman yang lebih baik tentang dinamika politik dan kebijakan akan membantu rakyat membuat keputusan yang lebih bijaksana.

2. **Memilih dengan Bijak**: Rakyat harus memilih kandidat yang memiliki rekam jejak jelas dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil.

3. **Memperkuat Organisasi Rakyat**: Dengan berserikat dan berorganisasi, rakyat dapat memperkuat posisi tawar mereka dalam menghadapi elite politik.

### **Kesimpulan**

Konflik antara PDI-P dan Jokowi adalah cerminan dari dinamika politik yang kompleks di Indonesia. Rakyat marhaen harus menyikapi konflik ini dengan bijak, kritis, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Pemilu dan Pilkada 2024 kemarin adalah momentum penting untuk memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi kekuatan utama dalam menentukan arah masa depan bangsa. Dalam situasi ini, persatuan, kesadaran politik, dan fokus pada program nyata adalah kunci untuk menjaga semangat kerakyatan tetap hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun