Namun, pandangan tersebut mengabaikan fakta bahwa pekerja rumah tangga adalah pekerja yang berkontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional. Sebuah studi dari International Domestic Workers Federation (IDWF) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa pekerjaan PRT menyumbang hingga 2% dari PDB Indonesia melalui kontribusi tidak langsung dalam mendukung produktivitas keluarga pekerja formal.
Ketidakadilan terhadap PRT mencerminkan ketimpangan struktural yang lebih luas. Dalam hal ini, pengesahan RUU PPRT adalah langkah konkret untuk menjawab ketimpangan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Komnas Perempuan pada 2023, RUU PPRT bukan hanya soal perlindungan pekerja, tetapi juga soal pengakuan martabat manusia.
### Tantangan dan Peluang
Meskipun mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk aktivis hak asasi manusia dan organisasi internasional, RUU PPRT menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah resistensi dari beberapa anggota legislatif yang menganggap bahwa pengesahan undang-undang ini dapat mengurangi fleksibilitas hubungan kerja antara majikan dan pekerja.
Namun, peluang untuk mengesahkan RUU PPRT juga semakin besar. Dengan meningkatnya kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan PRT, tekanan terhadap parlemen semakin kuat. Dukungan dari tokoh-tokoh politik, akademisi, dan masyarakat sipil menjadi momentum yang tidak boleh disia-siakan.
### Marhaenisme sebagai Solusi Ideologis
Dalam konteks perjuangan RUU PPRT, Marhaenisme dapat menjadi inspirasi untuk membangun solidaritas di antara kelompok pekerja, baik formal maupun informal. Prinsip-prinsip Marhaenisme mengajarkan bahwa perjuangan untuk keadilan tidak hanya menjadi tanggung jawab individu atau kelompok tertentu, tetapi seluruh masyarakat.
Sebagai ideologi yang menekankan pentingnya kemandirian dan keadilan sosial, Marhaenisme mendorong negara untuk hadir secara aktif dalam melindungi kelompok marjinal. Dalam hal ini, pengesahan RUU PPRT adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam kebijakan publik.
### Penutup
RUU PPRT adalah ujian bagi komitmen Indonesia terhadap keadilan sosial dan hak asasi manusia. Dalam perjuangan ini, Marhaenisme dapat menjadi pemandu moral yang mengingatkan kita bahwa keberpihakan kepada kaum kecil adalah esensi dari pembangunan nasional.
Dengan menyetujui RUU PPRT, Indonesia tidak hanya melindungi PRT, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa ini mampu mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Sebagaimana Bung Karno pernah berkata, "Kemerdekaan adalah jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur." Kini saatnya kita membangun jembatan itu dengan memberikan perlindungan hukum yang layak bagi PRT.