Di tengah dinamika politik dan ekonomi yang semakin kompleks, perjuangan kaum marhaen dan masyarakat adat menjadi isu penting yang sering terlupakan. Marhaenisme, sebagai ideologi yang diperjuangkan oleh Soekarno, menekankan pentingnya kemandirian, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap hak-hak rakyat kecil. Dalam konteks ini, rancangan undang-undang (RUU) Masyarakat Adat menjadi salah satu instrumen yang relevan untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat adat di Indonesia.
### **Urgensi Perlindungan Masyarakat Adat**
Menurut data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), terdapat lebih dari 70 juta masyarakat adat di Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah. Mereka hidup berdampingan dengan alam, memiliki sistem nilai, hukum adat, serta budaya yang kaya dan unik. Namun, mereka sering kali menjadi korban eksploitasi sumber daya alam, konflik agraria, dan penggusuran atas nama pembangunan.
Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terdapat 212 kasus konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat, dengan luas wilayah sengketa mencapai lebih dari 500.000 hektare. Hal ini mencerminkan lemahnya perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat, meskipun UUD 1945 Pasal 18B ayat (2) telah mengakui keberadaan mereka.
### **RUU Masyarakat Adat: Harapan yang Tertunda**
RUU Masyarakat Adat telah menjadi agenda legislatif prioritas sejak 2009, tetapi hingga kini belum juga disahkan. Beberapa poin penting dalam RUU ini meliputi pengakuan hak atas wilayah adat, perlindungan budaya, serta pemberdayaan masyarakat adat dalam pembangunan.
Namun, proses legislasi RUU ini terus mengalami hambatan, baik dari segi politik maupun teknis. Kepentingan korporasi besar yang memiliki pengaruh kuat di parlemen kerap menjadi batu sandungan. Selain itu, lemahnya komitmen pemerintah dalam memperjuangkan isu ini juga menjadi faktor penghambat.
### **Marhaenisme sebagai Landasan Perjuangan**
Dalam pandangan Marhaenisme, masyarakat adat adalah bagian dari rakyat kecil yang harus diberdayakan. Soekarno pernah menegaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan ekonomi, di mana rakyat memiliki akses dan kontrol atas sumber daya mereka sendiri. Prinsip ini relevan dengan kondisi masyarakat adat yang sering kehilangan tanah dan sumber daya alam mereka akibat ekspansi ekonomi kapitalistik.
Marhaenisme menekankan pentingnya solidaritas dan gotong-royong sebagai basis perjuangan. Dalam konteks ini, pengesahan RUU Masyarakat Adat tidak hanya menjadi bentuk perlindungan hukum, tetapi juga langkah nyata untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.