Marhaenisme, sebagai sebuah ideologi yang digagas oleh Bung Karno, bukan sekadar konsep politik, melainkan sebuah pandangan hidup yang mencakup keadilan sosial, kemandirian, dan keberpihakan pada rakyat kecil. Dalam konteks Indonesia, Marhaenisme menjadi relevan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa. Dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar, Trisakti sebagai jalan, dan rakyat adil makmur sebagai tujuan, Marhaenisme menawarkan solusi yang holistik.
### **Pancasila sebagai Dasar Marhaenisme**
Sebagai ideologi negara, Pancasila tidak hanya menjadi pedoman moral, tetapi juga landasan filosofis untuk mencapai keadilan sosial. Sila-sila dalam Pancasila selaras dengan nilai-nilai Marhaenisme, terutama sila kelima, yakni "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Konsep ini mencerminkan cita-cita Bung Karno untuk menciptakan masyarakat tanpa eksploitasi, di mana semua individu memiliki kesempatan yang setara untuk berkembang.
Sayangnya, dalam praktiknya, implementasi Pancasila sering kali tersendat oleh kepentingan oligarki. Menurut data dari *Global Wealth Report 2023*, Indonesia termasuk salah satu negara dengan ketimpangan kekayaan tertinggi di dunia, di mana 1% populasi menguasai hampir 50% kekayaan nasional. Hal ini bertentangan dengan semangat keadilan sosial yang diusung Pancasila dan Marhaenisme.
Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu memperkuat redistribusi kekayaan melalui kebijakan yang berorientasi pada rakyat kecil, seperti reforma agraria dan penguatan UMKM. Tanpa upaya konkret, Pancasila hanya akan menjadi jargon tanpa makna.
### **Trisakti sebagai Jalan**
Trisakti, yang meliputi berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, adalah roadmap Bung Karno untuk mencapai tujuan Marhaenisme. Konsep ini semakin relevan di era globalisasi yang sering kali menggerus kedaulatan bangsa.
#### **1. Berdaulat di Bidang Politik**
Kedaulatan politik berarti kebijakan nasional harus didasarkan pada kepentingan rakyat, bukan tekanan asing. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia masih rentan terhadap intervensi asing. Contohnya, kebijakan energi sering kali lebih menguntungkan investor asing daripada rakyat. Menurut laporan *Institute for Energy Economics and Financial Analysis* (IEEFA) tahun 2023, 70% proyek energi baru dan terbarukan di Indonesia dikuasai oleh perusahaan multinasional.
Untuk memperbaiki hal ini, pemerintah perlu memperkuat posisi tawar dengan negara-negara lain, sekaligus mengoptimalkan potensi sumber daya dalam negeri. Politik luar negeri bebas aktif yang diperjuangkan Bung Karno harus menjadi pedoman utama.
#### **2. Berdikari di Bidang Ekonomi**
Ketergantungan ekonomi pada pihak asing menjadi ancaman serius bagi kedaulatan bangsa. Saat ini, lebih dari 60% kebutuhan pangan Indonesia masih bergantung pada impor, seperti beras, gula, dan daging. Data menunjukkan bahwa impor beras mencapai lebih dari 2,28 juta ton pada tahun 2023, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk mencapai kemandirian ekonomi, Indonesia harus kembali pada semangat berdikari. Investasi dalam sektor pertanian, penguatan industri lokal, dan pembatasan impor barang konsumsi adalah langkah konkret yang perlu dilakukan. Selain itu, penguasaan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing ekonomi.
#### **3. Berkepribadian dalam Kebudayaan**
Globalisasi telah membawa tantangan besar bagi identitas budaya Indonesia. Budaya konsumtif dan individualisme kian mendominasi, menggantikan nilai-nilai gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa. Untuk melawan arus ini, pendidikan dan media massa harus dijadikan alat untuk memperkuat identitas nasional.
Sebagai contoh, program-program yang mengangkat kearifan lokal dan seni tradisional perlu mendapat perhatian lebih. Selain itu, kebijakan yang mendukung bahasa dan budaya daerah harus terus diperkuat. Dengan cara ini, Indonesia dapat tetap berkepribadian di tengah derasnya arus globalisasi.
### **Rakyat Adil Makmur sebagai Tujuan**
Tujuan akhir dari Marhaenisme adalah terciptanya masyarakat adil makmur, di mana tidak ada lagi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Namun, tantangan menuju keadilan sosial sangat besar. Laporan tahun 2023 menyebutkan bahwa 10% masyarakat terkaya di Indonesia memiliki pengeluaran 7 kali lipat lebih besar daripada 40% masyarakat termiskin.
Untuk mengatasi ini, negara harus hadir sebagai regulator yang kuat. Pajak progresif, pengendalian harga kebutuhan pokok, dan peningkatan akses layanan kesehatan serta pendidikan adalah langkah-langkah penting. Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan harus diperluas melalui mekanisme demokrasi partisipatif.
### **Revitalisasi Marhaenisme di Era Modern**
Marhaenisme tidak hanya relevan di masa lalu, tetapi juga di era modern. Di tengah krisis global seperti perubahan iklim dan pandemi, nilai-nilai Marhaenisme menawarkan solusi yang berkelanjutan. Misalnya, pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pada kepentingan rakyat dapat menjadi jawaban atas eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali.
Pemerintah, partai politik, dan organisasi masyarakat harus menjadikan Marhaenisme sebagai pijakan dalam merumuskan kebijakan. Pendidikan politik berbasis Marhaenisme juga perlu digalakkan untuk membangun kesadaran kolektif di kalangan generasi muda.
### **Kesimpulan**
Marhaenisme adalah ideologi yang komprehensif, dengan Pancasila sebagai dasar, Trisakti sebagai jalan, dan rakyat adil makmur sebagai tujuan. Untuk mewujudkannya, diperlukan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah hingga masyarakat sipil. Dengan kembali pada semangat Marhaenisme, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita Bung Karno: masyarakat yang berdaulat, mandiri, dan adil makmur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H