Bandung, sebuah kota yang tidak hanya dikenal sebagai Paris van Java, tetapi juga sebagai tempat kelahiran Marhaenisme, sebuah ideologi yang mengakar pada keadilan sosial dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Marhaenisme, yang dipelopori oleh Bung Karno, lahir dari pengamatannya terhadap kehidupan seorang petani kecil bernama Marhaen di sekitar Bandung. Ideologi ini tidak hanya menjadi tonggak perjuangan kemerdekaan, tetapi juga relevan sebagai pijakan untuk menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan politik Indonesia saat ini.
### Sejarah Marhaenisme di Bandung
Pada awal abad ke-20, Bandung menjadi pusat pergerakan nasional. Kota ini tidak hanya menjadi tempat berkumpulnya para tokoh intelektual dan nasionalis, tetapi juga menjadi saksi bisu lahirnya Marhaenisme. Dalam perjalanan Bung Karno, ia bertemu dengan seorang petani kecil bernama Marhaen yang memiliki lahan, alat, dan hasil panen, tetapi tetap hidup miskin. Dari pengalaman ini, Bung Karno merumuskan ideologi Marhaenisme yang menekankan kemandirian, keadilan sosial, dan pemberdayaan kaum kecil.
Bandung pada masa itu adalah kota yang sarat dengan dinamika sosial dan ekonomi. Ketimpangan antara kaum kolonial dan pribumi sangat nyata. Dalam konteks ini, Marhaenisme muncul sebagai jawaban atas perjuangan rakyat kecil yang tertindas. Bandung, sebagai tempat lahirnya ide ini, menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan.
### Bandung Hari Ini: Menghidupkan Kembali Semangat Marhaenisme
Kini, hampir satu abad setelah pertemuan Bung Karno dengan Marhaen, Bandung telah berubah menjadi kota metropolitan. Namun, semangat Marhaenisme masih relevan. Bandung menghadapi tantangan modern seperti urbanisasi, ketimpangan ekonomi, dan permasalahan sosial lainnya. Menurut data tahun 2023, tingkat kemiskinan di kota ini mencapai kurang dari 6,14%, sedikit lebih rendah dibanding rata-rata nasional yang sebesar 9,57%. Namun, kesenjangan ekonomi terlihat dari indeks Gini yang mencapai 0,40, menunjukkan adanya disparitas antara kelompok masyarakat kaya dan miskin.
Bandung juga menghadapi tantangan dalam hal perumahan dan pekerjaan. Data menunjukkan bahwa sekitar kurang dari 15% warga Bandung tinggal di kawasan kumuh. Sementara itu, angka pengangguran terbuka di Bandung pada tahun 2023 berada di kisaran 8,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 5,86%. Fakta-fakta ini menunjukkan perlunya pendekatan berbasis Marhaenisme yang fokus pada pemberdayaan rakyat kecil dan pengentasan kemiskinan.
### Pendidikan dan Marhaenisme
Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan dengan keberadaan berbagai universitas ternama seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjadjaran (Unpad). Pendidikan menjadi salah satu kunci dalam mengimplementasikan semangat Marhaenisme. Dengan pendidikan yang inklusif dan berkualitas, masyarakat kecil dapat diberdayakan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Namun, akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu masih menjadi tantangan. Data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sekolah untuk jenjang SMA/SMK di kalangan keluarga miskin hanya mencapai 70%. Padahal, pendidikan adalah alat utama untuk menciptakan kemandirian ekonomi dan sosial, sebagaimana yang diamanatkan oleh Marhaenisme.
### Marhaenisme dalam Kebijakan Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung telah mengadopsi beberapa kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai Marhaenisme. Program-program seperti *Bandung Juara*, yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan berbagai program pemberdayaan UMKM menjadi bukti nyata. Pada tahun 2023, UMKM di Bandung menyumbang sekitar 60% dari PDRB kota ini. Namun, tantangan besar tetap ada dalam hal akses permodalan dan pasar bagi pelaku UMKM kecil.
Selain itu, inisiatif seperti *smart city* juga harus diarahkan untuk membantu rakyat kecil. Teknologi digital dapat digunakan untuk membuka akses pasar bagi petani, pedagang kecil, dan pelaku usaha lainnya. Pemerintah Kota Bandung perlu memastikan bahwa digitalisasi tidak hanya menguntungkan kelas menengah ke atas, tetapi juga memberdayakan masyarakat marjinal.
### Menatap Masa Depan: Menghidupkan Nilai-Nilai Marhaenisme
Marhaenisme bukan sekadar ideologi masa lalu. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti kemandirian, keadilan sosial, dan pemberdayaan rakyat kecil, tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman. Kota Bandung, sebagai tempat kelahiran ideologi ini, memiliki tanggung jawab moral untuk menghidupkan kembali semangat tersebut.
Upaya ini dapat dilakukan melalui:
1. **Peningkatan Akses Pendidikan**: Program beasiswa bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu harus diperluas.
2. **Pemberdayaan UMKM**: Pemerintah harus memperkuat ekosistem UMKM melalui akses permodalan, pelatihan, dan digitalisasi.
3. **Peningkatan Infrastruktur Kawasan Kumuh**: Penyediaan perumahan layak bagi masyarakat miskin harus menjadi prioritas.
4. **Penguatan Partisipasi Masyarakat**: Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan.
### Penutup
Bandung adalah kota yang sarat sejarah dan simbolisme. Sebagai tempat kelahiran Marhaenisme, Bandung memiliki warisan yang kaya dalam perjuangan keadilan sosial. Meskipun tantangan modern berbeda dari masa lalu, semangat Marhaenisme tetap relevan untuk membangun kota yang lebih adil dan inklusif. Dengan mengadopsi nilai-nilai Marhaenisme dalam kebijakan dan tindakan nyata, Bandung dapat menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H