Fenomena anti-jilbab kembali mencuat ke publik setelah kontroversi terkait pelarangan jilbab pada sejumlah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional Agustus 2024 lalu. Sebanyak 18 anggota putri dikabarkan diminta melepaskan jilbab saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjelaskan bahwa aturan ini diberlakukan untuk memastikan keseragaman penampilan, meskipun hal ini memicu protes dari berbagai pihak yang menyebutnya melanggar kebebasan beragama serta hak asasi manusia.
Akar Persoalan dan Konteks
Isu pelarangan jilbab sebenarnya bukan hal baru. Di era Orde Baru, pelajar dan pegawai negeri seringkali menghadapi diskriminasi ketika mengenakan jilbab. Namun, setelah reformasi 1998, kebebasan beragama lebih diakui, termasuk hak mengenakan jilbab. Peristiwa yang terjadi pada Paskibraka 2024 menjadi pengingat bahwa kebijakan diskriminatif ini masih terjadi dalam bentuk yang berbeda.
Dalam hal ini, semangat spirit "Sarinah" yang digaungkan oleh Soekarno relevan untuk direnungkan. Sarinah melambangkan penghormatan terhadap perempuan, keadilan, dan kebebasan, termasuk kebebasan dalam menjalankan keyakinan agama. Diskriminasi berbasis atribut keagamaan bertentangan dengan nilai-nilai ini serta asas Pancasila yang menghormati pluralitas.
Dampak dan Reaksi Masyarakat
Kejadian ini memicu reaksi luas dari organisasi masyarakat hingga tokoh agama. Muhammadiyah menilai aturan tersebut cacat secara nalar konstitusional dan menunjukkan relasi kuasa yang timpang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap konstitusi dan nilai-nilai Pancasila.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya pemahaman mendalam tentang keragaman di Indonesia. Negara dengan masyarakat majemuk harus memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tidak mengorbankan hak-hak kelompok tertentu. Diskriminasi, baik yang disengaja maupun tidak, dapat menciptakan ketegangan sosial yang merusak persatuan.
Spirit Sarinah dalam Menghadapi Fenomena Ini
Menghadapi fenomena anti-jilbab, penting untuk meninjau kembali nilai-nilai yang diusung oleh Sarinah, yakni keberpihakan terhadap kaum kecil dan prinsip kemanusiaan. Semangat ini mendorong perlakuan setara bagi semua warga negara tanpa diskriminasi, termasuk berdasarkan atribut agama.
Perempuan yang memilih berjilbab tidak hanya menjalankan perintah agama, tetapi juga mengekspresikan identitas mereka. Melarangnya berarti mengingkari kebebasan individu yang dijamin oleh konstitusi Indonesia. Sarinah mengajarkan bahwa perempuan berhak memilih jalannya sendiri tanpa tekanan atau intervensi.