Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan pemerintah untuk 2025 memicu banyak perdebatan. Dengan konsumsi rumah tangga sebagai penyumbang terbesar PDB Indonesia, kebijakan ini dikhawatirkan justru melemahkan daya beli rakyat kecil, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan memperberat kondisi rakyat yang sudah tertekan oleh situasi ekonomi global.
Konteks Kebijakan Kenaikan PPN
Pemerintah menyebut kenaikan ini sebagai langkah untuk meningkatkan pendapatan negara, mengingat PPN adalah salah satu sumber pajak terbesar. Namun, menurut Institut untuk Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef), kebijakan ini berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,17% dan konsumsi rumah tangga hingga 0,26%. Sebagai perbandingan, konsumsi rumah tangga di Indonesia saat ini menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB67.
Kenaikan PPN ini berarti barang-barang kebutuhan pokok, yang sangat bergantung pada konsumsi masyarakat bawah, akan menjadi lebih mahal. Dampak domino terhadap biaya produksi dan harga jual barang juga diprediksi akan terjadi, yang pada akhirnya dapat mengurangi permintaan dan memperlambat sektor industri7.
Marhaenisme dan Perspektif Keadilan Sosial
Dalam perspektif marhaenisme, kebijakan ini dapat dianggap bertentangan dengan prinsip keberpihakan pada rakyat kecil. Prinsip marhaenisme yang berakar pada ideologi Soekarno menekankan pentingnya pemerintah melindungi kaum marhaen---rakyat kecil yang bekerja keras tetapi tetap hidup dalam keterbatasan. Kenaikan PPN justru berpotensi memberatkan kelompok ini, yang sudah menghadapi dampak dari inflasi dan lemahnya lapangan kerja akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada tahun-tahun terakhir6.
Rakyat marhaen adalah fondasi ekonomi nasional. Kebijakan yang menggerus daya beli mereka bukan hanya tidak adil, tetapi juga tidak strategis dari sudut pandang ekonomi. Dengan kenaikan ini, mereka yang hidup di garis kemiskinan akan menghadapi biaya hidup yang lebih tinggi, sementara kontribusi mereka terhadap ekonomi justru semakin terhambat.
Fakta dan Data Ekonomi Terkini
Pada 2023, konsumsi rumah tangga Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,9%, lebih rendah dibandingkan target pemerintah sebesar 5%. Ini menunjukkan kondisi konsumsi yang masih lemah. Bila PPN dinaikkan, daya beli masyarakat diprediksi akan semakin tertekan. Menurut analisis CELIOS, kenaikan ini terjadi di tengah situasi di mana daya beli masyarakat menurun akibat inflasi, yang mencapai rata-rata 5% sepanjang 20237.
Selain itu, simulasi Indef menunjukkan bahwa kenaikan PPN dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 4,83%, jauh dari target 5%. Di sisi lain, pendapatan negara dari pajak memang diharapkan meningkat, tetapi risikonya adalah memperburuk ketimpangan sosial7.
Solusi Alternatif Berdasarkan Marhaenisme
Daripada menaikkan PPN, pemerintah dapat mengeksplorasi langkah-langkah lain yang lebih berkeadilan sosial:
1. Perluasan Basis Pajak
Fokus pada sektor-sektor yang belum terjangkau pajak, seperti properti mewah dan industri digital. Ini memungkinkan negara meningkatkan pendapatan tanpa memberatkan rakyat kecil.
2. Pajak Progresif
Implementasi pajak progresif pada golongan masyarakat berpenghasilan tinggi akan lebih sesuai dengan prinsip keadilan. Hal ini memastikan bahwa mereka yang lebih mampu menanggung beban ekonomi memberikan kontribusi lebih besar.
3. Subsidi dan Bantuan Sosial
Jika kenaikan PPN tidak dapat dihindari, pemerintah harus memastikan bahwa rakyat kecil mendapatkan perlindungan berupa subsidi atau bantuan langsung untuk meringankan dampaknya.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang perlu dikaji ulang karena dampaknya lebih berat bagi rakyat kecil. Dalam perspektif marhaenisme, keberpihakan pada kaum kecil harus menjadi prioritas utama. Jika pemerintah ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, kebijakan ini perlu diiringi dengan mitigasi yang kuat terhadap dampak negatifnya.
Meminjam prinsip marhaenisme, rakyat kecil tidak boleh hanya menjadi objek pembangunan. Mereka harus dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap kebijakan ekonomi, karena mereka adalah pondasi sejati bangsa. Jangan sampai mereka semakin terhimpit di tengah upaya negara meningkatkan pendapatan pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H