Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mulla Sadra, Teosofi Transendental

20 November 2024   08:14 Diperbarui: 20 November 2024   08:16 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulla Sadra, atau dikenal sebagai adr ad-Dn Muammad Shrz, adalah salah satu filsuf terbesar dalam sejarah filsafat Islam. Lahir pada 1571 di Shiraz, Iran, Mulla Sadra memadukan tradisi filsafat Yunani, mistisisme Islam, dan doktrin teologis untuk menciptakan sebuah kerangka teosofi transendental yang unik. Karya-karyanya membawa transformasi signifikan dalam pemikiran Islam, khususnya dalam bidang metafisika dan epistemologi.

Teosofi transendental yang diperkenalkan Mulla Sadra dikenal sebagai Hikmah al-Muta'liyah atau "Kebijaksanaan Transendental." Sistem filsafat ini mengintegrasikan elemen-elemen yang tampak berlawanan, seperti rasionalisme filsafat Peripatetik (Aristotelianisme), iluminasi (Ishraqi) Suhrawardi, dan sufisme Ibn Arabi. Melalui pendekatan ini, Mulla Sadra berupaya menjelaskan realitas sebagai satu kesatuan yang dinamis dan transenden, sekaligus mempertahankan aspek rasional dan spiritualnya.

Metafisika Wujud: Esensi Wujud Sebagai Inti Realitas

Konsep sentral dalam filsafat Mulla Sadra adalah doktrin Ashalat al-Wujud (prioritas wujud). Menurutnya, wujud (eksistensi) adalah realitas utama, sedangkan mahiyyah (esensi) hanyalah konstruksi mental. Berbeda dengan filsuf Peripatetik yang memisahkan wujud dan esensi, Mulla Sadra menegaskan bahwa wujudlah yang menjadi dasar segala sesuatu, sementara esensi hanyalah cara pikiran manusia memahami wujud.

Pemahaman ini mengantarkan Mulla Sadra pada konsep bahwa wujud bersifat bergradasi (tashkik al-wujud). Segala sesuatu di alam semesta ini memiliki tingkat wujud yang berbeda-beda, mulai dari benda-benda fisik hingga entitas spiritual tertinggi. Realitas tertinggi adalah Tuhan, yang merupakan wujud murni tanpa keterbatasan esensi. Dalam pandangan ini, Mulla Sadra menyatukan konsep teologi Islam dengan metafisika yang mendalam, memberikan cara baru untuk memahami hubungan antara Tuhan dan makhluk.

Gerak Substansial: Dinamika Realitas

Salah satu kontribusi paling orisinal dari Mulla Sadra adalah gagasan tentang gerak substansial (harakah al-jawhariyyah). Ia berpendapat bahwa perubahan tidak hanya terjadi pada sifat eksternal benda, tetapi juga pada substansi internalnya. Seluruh alam semesta, termasuk manusia, sedang berada dalam perjalanan transendental menuju penyempurnaan.

Gerak substansial ini juga menguatkan gagasan bahwa dunia material bukanlah realitas yang statis, melainkan sebuah proses yang terus berkembang menuju realitas yang lebih tinggi. Dalam konteks manusia, gerak substansial berarti jiwa manusia memiliki potensi untuk berkembang dan mendekat kepada Tuhan melalui penyucian diri dan perenungan.

Epistemologi: Pengetahuan Melalui Penyatuan

Dalam bidang epistemologi, Mulla Sadra menawarkan pendekatan yang sangat berbeda dari filsuf sebelumnya. Ia menekankan pentingnya pengalaman mistis dan intuisi sebagai cara untuk mencapai kebenaran tertinggi. Menurutnya, pengetahuan sejati bukanlah sekadar hasil abstraksi rasional, tetapi melibatkan penyatuan antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui).

Ia menyebut metode ini sebagai ittihad al-aqil wa'l-ma'qul, atau penyatuan antara akal dan objek yang dipahami. Dalam pandangan ini, semakin dekat seseorang kepada Tuhan, semakin tinggi tingkat pengetahuannya, karena ia menyaksikan realitas dengan "mata hati" yang tercerahkan.

Pengaruh Sufisme dalam Teosofi Transendental

Pengaruh sufisme sangat kuat dalam filsafat Mulla Sadra, terutama dari Ibn Arabi. Dalam pandangannya, perjalanan spiritual individu merupakan cerminan dari dinamika realitas itu sendiri. Konsep "kesatuan wujud" (wahdat al-wujud) dari Ibn Arabi menjadi landasan bagi pandangan Mulla Sadra tentang hubungan antara Tuhan dan alam semesta.

Bagi Mulla Sadra, pencapaian spiritual tidak hanya melibatkan penghapusan ego, tetapi juga pemahaman mendalam tentang realitas sebagai manifestasi ilahi. Alam semesta adalah refleksi dari Tuhan, dan perjalanan manusia adalah upaya untuk mengenali Tuhan melalui refleksi ini.

Implikasi Teologi dan Etika

Filsafat Mulla Sadra tidak hanya memiliki implikasi dalam metafisika, tetapi juga dalam teologi dan etika. Dalam teologi, ia menawarkan pemahaman baru tentang sifat Tuhan dan hubungan-Nya dengan makhluk. Tuhan, sebagai sumber segala wujud, tidak hanya diakses melalui argumen rasional, tetapi juga melalui pengalaman mistis dan cinta ilahi.

Dalam etika, pandangan Mulla Sadra menekankan pentingnya transformasi diri. Manusia, dengan potensinya yang dinamis, harus berupaya mencapai penyempurnaan spiritual melalui pengembangan akhlak yang luhur dan pengetahuan yang mendalam. Pandangan ini menciptakan kerangka etika yang menyeimbangkan antara tindakan praktis dan perenungan batin.

Warisan dan Pengaruh

Pemikiran Mulla Sadra memiliki dampak yang luas dalam dunia Islam, terutama di kalangan filsuf, teolog, dan sufi. Karyanya, seperti Asfar al-Arba'a (Empat Perjalanan), menjadi referensi utama dalam filsafat Islam pasca abad ke-17.

Namun, kontribusinya tidak berhenti di dunia Islam. Konsep-konsepnya telah menarik perhatian para pemikir Barat yang tertarik pada dialog antara filsafat Timur dan Barat. Banyak akademisi modern yang mengkaji filsafat Mulla Sadra untuk memahami bagaimana ia berhasil mengintegrasikan berbagai tradisi pemikiran dalam satu kerangka yang koheren.

Kesimpulan

Mulla Sadra adalah seorang pemikir yang berhasil melampaui batas-batas tradisional filsafat. Dengan teosofi transendentalnya, ia menjembatani rasionalitas, mistisisme, dan teologi, menciptakan sistem filsafat yang holistik dan dinamis. Pemikirannya tentang prioritas wujud, gerak substansial, dan pengetahuan melalui penyatuan menawarkan wawasan mendalam tentang realitas, Tuhan, dan tujuan akhir manusia.

Melalui karyanya, Mulla Sadra mengingatkan kita bahwa filsafat tidak hanya soal logika dan argumen, tetapi juga soal pencarian makna yang lebih dalam tentang eksistensi dan hubungan kita dengan Yang Mahakuasa. Warisannya terus hidup, menginspirasi generasi baru untuk mengintegrasikan pemikiran rasional dengan perjalanan spiritual dalam memahami kompleksitas realitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun