Selain itu, kaderisasi di dalam partai politik juga perlu diperkuat. Banyak partai lebih mementingkan figur populer atau calon yang memiliki modal finansial besar dibandingkan kader dengan kompetensi dan rekam jejak baik. Kondisi ini menyebabkan banyaknya pemimpin yang kurang berkompeten, sehingga menghambat kemajuan demokrasi.
Upaya penguatan pendidikan politik dapat dilakukan melalui program kaderisasi yang lebih sistematis dan berjenjang. Program ini harus mencakup pengembangan kompetensi kepemimpinan, etika politik, dan pemahaman mengenai isu-isu strategis. Beberapa negara, seperti Korea Selatan, telah mengembangkan program akademi partai untuk melatih kadernya. Indonesia juga perlu meniru konsep ini, guna menghasilkan kader yang tidak hanya memiliki wawasan luas tetapi juga berkomitmen tinggi terhadap kepentingan publik.
4. Penguatan Fungsi Representasi dan Partisipasi Masyarakat
Fungsi utama partai politik adalah sebagai perwakilan rakyat. Namun, dalam praktiknya, banyak partai lebih fokus pada agenda politik elite daripada kepentingan konstituen. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme yang lebih kuat untuk meningkatkan representasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan partai.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan partai. Di Amerika Serikat, misalnya, partai-partai politik mengadakan pertemuan atau konvensi publik untuk mendengar aspirasi konstituen mereka secara langsung. Partai-partai di Indonesia bisa mengadopsi metode serupa agar kebijakan partai lebih mencerminkan keinginan rakyat.
5. Penyederhanaan Partai Politik untuk Demokrasi yang Lebih Efektif
Jumlah partai politik di Indonesia yang cenderung banyak sering kali menyebabkan proses demokrasi menjadi tidak efektif. Jumlah partai yang berlebihan ini memicu perpecahan suara yang membuat pembentukan kebijakan sering kali berlarut-larut dan sulit mencapai konsensus. Untuk itu, penyederhanaan partai politik perlu dipertimbangkan guna menciptakan demokrasi yang lebih efektif.
Pada pemilu 2019, terdapat 16 partai politik nasional yang berlaga di parlemen. Dalam kondisi seperti ini, sistem multipartai berlebihan ini lebih banyak menghasilkan koalisi pragmatis yang berbasis kepentingan sesaat, daripada koalisi berbasis ideologi atau kepentingan rakyat. Penyederhanaan jumlah partai, seperti yang diterapkan di Jerman dengan sistem threshold yang ketat, dapat diterapkan di Indonesia agar demokrasi berjalan lebih efektif dan efisien.
6. Kesimpulan: Membangun Demokrasi yang Lebih Baik melalui Reformasi Partai Politik
Tantangan demokrasi Indonesia membutuhkan langkah konkret dalam melakukan rekonstruksi tata kelola dan penguatan fungsi partai politik. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas dalam reformasi partai, agar partai tidak menjadi alat kepentingan kelompok tertentu. Partai juga harus mampu menjalankan peran pendidikan politik dan kaderisasi untuk mencetak pemimpin berkualitas.
Partisipasi masyarakat dalam politik harus terus didorong, dengan memastikan partai politik memiliki mekanisme representasi yang benar-benar mencerminkan kepentingan konstituen. Terakhir, penyederhanaan partai politik juga penting untuk menciptakan demokrasi yang lebih efektif, tanpa menghilangkan hak politik warga negara.