Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sudah Selayaknya KLB 2016 Harus Dihapus dalam Sejarah GMNI

13 November 2024   04:39 Diperbarui: 13 November 2024   07:40 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, upaya ini juga dapat menjadi momen refleksi bagi seluruh kader dan alumni untuk kembali pada cita-cita perjuangan GMNI yang murni. Marhaenisme yang digagas oleh Bung Karno sebagai landasan ideologi GMNI menekankan pada persatuan, keberpihakan pada rakyat kecil, dan anti-ketidakadilan. Jika GMNI terjebak pada konflik internal, maka akan sulit bagi organisasi ini untuk mewujudkan cita-cita tersebut secara nyata.

Membangun GMNI Pasca-KLB 2016

Menghapus KLB 2016 dari sejarah GMNI bukanlah akhir dari proses penyembuhan. Sebaliknya, ini adalah langkah awal untuk membangun kembali GMNI yang kuat, solid, dan berideologi. Salah satu langkah penting adalah membentuk kembali solidaritas di kalangan kader. Ini bisa dimulai dengan mengadakan kegiatan-kegiatan ideologis yang memperkuat pemahaman tentang Marhaenisme dan memperkuat rasa persatuan di kalangan kader GMNI.

Selanjutnya, GMNI perlu membangun struktur yang transparan dan demokratis, yang memungkinkan setiap kader merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dengan begitu, tidak ada lagi alasan bagi munculnya faksi-faksi yang berpotensi memecah belah organisasi. Kepemimpinan GMNI harus mampu menunjukkan keteladanan dan integritas yang tinggi agar kader-kader di bawahnya dapat menjadikan mereka sebagai panutan.

Selain itu, penting untuk meningkatkan komunikasi dan kerja sama antara pusat dan daerah agar tidak ada lagi kesenjangan atau kesalahpahaman yang berujung pada konflik. Setiap kader, baik di pusat maupun di daerah, harus merasa memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam membangun organisasi. Jika GMNI mampu membangun komunikasi yang sehat dan menjaga keterbukaan dalam setiap proses pengambilan keputusan, maka potensi konflik seperti KLB 2016 bisa diminimalisir atau bahkan dihindari sepenuhnya.

Penutup

KLB 2016 adalah babak kelam yang seharusnya menjadi pelajaran bagi GMNI agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Menghapus KLB 2016 dari sejarah GMNI adalah langkah simbolis yang diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan kader dan publik terhadap organisasi ini. Dengan menghilangkan jejak konflik internal, GMNI dapat fokus kembali pada perjuangan untuk mewujudkan cita-cita Marhaenisme di tengah masyarakat.

GMNI perlu bergerak maju dengan semangat baru, bebas dari konflik, dan teguh pada prinsip persatuan. Hanya dengan demikian, GMNI dapat menjalankan peran historisnya sebagai wadah perjuangan nasional yang mampu membawa perubahan bagi rakyat. Masa depan GMNI ada di tangan kader-kader yang siap melangkah tanpa beban masa lalu yang memecah belah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun