Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Apakah Pantas Mendelegitimasi Hasil Kongres GMNI 2015?

11 November 2024   04:41 Diperbarui: 11 November 2024   04:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia politik dan organisasi, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar. Tidak terkecuali dalam tubuh organisasi besar seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), yang memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan aspirasi nasionalis dan marhaenisme. Salah satu momen krusial dalam sejarah organisasi ini adalah Kongres GMNI 2015, yang pada saat itu diwarnai oleh berbagai dinamika dan perbedaan pendapat yang cukup tajam. Namun, setelah bertahun-tahun berlalu, masih ada suara-suara yang mencoba mendelegitimasi hasil kongres tersebut. Pertanyaannya adalah, apakah hal ini pantas dilakukan?

Latar Belakang Kongres GMNI 2015

Kongres GMNI 2015 diadakan di Sikka, NTT dan menjadi salah satu perhelatan penting dalam sejarah organisasi ini. Kongres adalah momen di mana GMNI menentukan arah dan kebijakan organisasi serta memilih kepemimpinan baru yang akan memimpin organisasi selama periode berikutnya. Kongres ini dihadiri oleh berbagai delegasi dari cabang-cabang GMNI di seluruh Indonesia. Selama kongres, muncul berbagai perbedaan pendapat, terutama mengenai arah perjuangan GMNI dan pemilihan kepemimpinan yang dianggap mampu melanjutkan visi marhaenisme yang relevan di tengah arus globalisasi.

Namun, perselisihan internal yang cukup tajam menjadi sorotan dalam kongres ini. Ada beberapa kelompok yang merasa aspirasinya tidak terakomodasi dengan baik dan menganggap bahwa proses kongres tidak berjalan dengan seharusnya. Perbedaan pendapat ini semakin meruncing pasca-kongres dan menimbulkan rasa ketidakpuasan di beberapa kalangan anggota. Inilah yang kemudian melatarbelakangi upaya sebagian kelompok untuk mendelegitimasi hasil kongres tersebut.

Pro dan Kontra Mendelegitimasi Hasil Kongres

Mendelegitimasi hasil kongres suatu organisasi besar seperti GMNI memiliki dampak yang sangat luas dan berpotensi menimbulkan perpecahan. Ada dua pandangan utama terkait hal ini.

Di satu sisi, kelompok yang mendukung upaya delegitimasi berpendapat bahwa hasil kongres 2015 tidak mencerminkan aspirasi seluruh anggota GMNI. Mereka menganggap bahwa proses kongres diwarnai oleh kepentingan tertentu yang merugikan integritas organisasi. Menurut mereka, jika ada kecurangan atau proses yang tidak adil, maka wajar untuk mempertanyakan keabsahan hasil kongres tersebut. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa hasil kongres yang dianggap "tidak bersih" ini akan mengarahkan organisasi pada arah yang tidak sesuai dengan prinsip marhaenisme sejati.

Di sisi lain, kelompok yang menolak upaya delegitimasi berpendapat bahwa mempertanyakan hasil kongres 2 atau 3 tahun setelah kongres tersebut selesai adalah tindakan yang tidak produktif dan bahkan destruktif. Mereka berargumen bahwa kongres sudah memiliki mekanisme tersendiri untuk menampung aspirasi setiap cabang dan menghasilkan keputusan yang disepakati bersama. Menurut mereka, keputusan kongres harus dihormati sebagai bentuk penghargaan atas proses demokrasi dalam organisasi. Mendelegitimasi hasil kongres hanya akan menimbulkan perpecahan yang merugikan seluruh anggota GMNI dan mengganggu fokus perjuangan organisasi.

Implikasi Delegitimasi terhadap Organisasi

Upaya untuk mendelegitimasi hasil kongres bukan hanya berdampak pada keabsahan hasil kongres itu sendiri, tetapi juga dapat merusak persatuan dan kesatuan dalam tubuh organisasi. GMNI, yang seharusnya menjadi wadah perjuangan pemikiran nasionalis dan marhaenisme, dapat terpecah menjadi beberapa kelompok yang saling berseberangan. Ketika fokus organisasi terpecah akibat perdebatan internal, maka perjuangan untuk mengadvokasi hak-hak marhaen akan terabaikan.

Selain itu, delegitimasi kongres dapat merusak citra GMNI di mata masyarakat luas. GMNI dikenal sebagai organisasi dengan integritas dan komitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan. Jika organisasi ini terus-menerus dilanda konflik internal, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap GMNI sebagai organisasi yang mewakili aspirasi rakyat kecil. Konflik yang berkepanjangan hanya akan membuat organisasi kehilangan relevansi di tengah persaingan dengan organisasi lain yang lebih solid dan mampu menyampaikan aspirasi mereka secara kolektif.

Belajar dari Sejarah: Perlunya Rekonsiliasi

Melihat pengalaman sejarah, perpecahan dalam organisasi sering kali membawa dampak buruk jangka panjang. Sejarah menunjukkan bahwa organisasi-organisasi besar yang pernah mengalami konflik internal, termasuk di kalangan gerakan mahasiswa, sering kali mengalami penurunan pengaruh karena energi mereka terkuras untuk mengurusi perpecahan internal daripada memperjuangkan tujuan bersama.

Dalam konteks ini, upaya rekonsiliasi dan pendekatan inklusif menjadi kunci. GMNI perlu belajar dari pengalaman organisasi-organisasi lain yang telah berhasil menyelesaikan perpecahan internal. Dibutuhkan kesadaran dari setiap anggota untuk meletakkan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Jika ada perbedaan pandangan, semestinya hal ini diselesaikan melalui mekanisme organisasi yang ada, bukan dengan mendelegitimasi hasil kongres yang telah berjalan sesuai prosedur.

Kesimpulan: Apakah Pantas Mendelegitimasi Hasil Kongres 2015?

Pada akhirnya, mendelegitimasi hasil kongres bukanlah solusi yang bijak. Alih-alih berfokus pada perdebatan yang tidak produktif, GMNI sebaiknya menempatkan persatuan dan kebersamaan sebagai prioritas utama. Jika ada ketidakpuasan terhadap hasil kongres, alangkah lebih baik jika disampaikan melalui jalur yang konstruktif dan tidak merusak integritas organisasi.

Kongres GMNI 2015, dengan segala dinamikanya, adalah bagian dari perjalanan organisasi ini. Menjadi tantangan bagi GMNI untuk terus memelihara semangat persatuan di tengah perbedaan pandangan. Karena pada akhirnya, GMNI bukan hanya milik satu kelompok atau individu, melainkan milik seluruh anggota yang memiliki komitmen terhadap cita-cita marhaenisme. Menghormati hasil kongres adalah bentuk penghargaan terhadap proses demokrasi dan sejarah panjang perjuangan GMNI.

Jika GMNI ingin tetap relevan dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi rakyat kecil, maka perpecahan internal harus dihindari. Organisasi perlu berfokus pada kerja nyata dan meninggalkan perdebatan yang tidak konstruktif. Hanya dengan bersatu, GMNI dapat menjalankan perannya sebagai motor penggerak perubahan dan tetap menjadi rumah bagi perjuangan kaum marhaen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun