Misalnya, dengan metode diskusi yang berbasis studi kasus di kelas, siswa diajak untuk memecahkan masalah riil yang berhubungan dengan persoalan ekonomi atau sosial di Indonesia. Mereka tidak hanya belajar materi, tetapi juga berdialog dan berdebat, menyiapkan mereka untuk berkontribusi langsung terhadap perubahan di masyarakat.
4. Kemandirian Ekonomi Melalui Pendidikan Vokasi
Konsep berdikari dalam ekonomi sesuai dengan semangat Ampera dapat diwujudkan dengan memperkuat pendidikan vokasi dan keterampilan praktis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, tingkat pengangguran lulusan SMK masih tinggi, yaitu sekitar 11,13%. Tingginya angka ini menunjukkan kurangnya penyesuaian antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu, perlu ada reformasi kurikulum SMK yang berorientasi pada kebutuhan industri lokal.
Pendidikan berlandaskan Ampera bisa memberi fokus lebih pada keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, seperti agribisnis, industri kreatif, dan teknologi terapan. Dengan demikian, lulusan SMK tidak hanya menjadi tenaga kerja, tetapi juga bisa mengembangkan usaha lokal yang mendukung kemandirian ekonomi di daerah masing-masing.
5. Pembelajaran yang Menekankan Kearifan Lokal
Ampera menekankan pada pentingnya mempertahankan budaya lokal di tengah arus globalisasi. Mengintegrasikan kearifan lokal dalam kurikulum dapat membuat siswa lebih menghargai kebudayaan mereka dan menumbuhkan identitas keindonesiaan yang kuat. Misalnya, di setiap daerah, sekolah bisa memasukkan materi khusus yang mengajarkan seni, bahasa, dan tradisi lokal.
Tren terbaru menunjukkan bahwa generasi muda semakin jauh dari budaya lokal karena pengaruh globalisasi dan media sosial. Dengan memasukkan budaya lokal ke dalam kurikulum, siswa akan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melestarikan dan menghormati budayanya, sekaligus memperkuat kebanggaan nasional.
6. Sistem Evaluasi yang Holistik dan Berbasis Kompetensi
Kurikulum berlandaskan Ampera juga perlu dilengkapi dengan sistem evaluasi yang lebih holistik dan berorientasi pada kompetensi. Penilaian yang hanya berdasarkan nilai ujian saja kurang relevan dalam mengukur kemampuan siswa secara menyeluruh. Berdasarkan laporan UNESCO (2023), penilaian berbasis kompetensi lebih efektif dalam membentuk siswa yang siap kerja dan mampu bersaing di era global.
Evaluasi yang dilakukan harus mencakup aspek-aspek seperti kerja sama, pemecahan masalah, kreativitas, dan kemampuan kritis. Dengan demikian, kurikulum ini dapat mendorong siswa untuk tidak hanya berfokus pada nilai akademis tetapi juga keterampilan sosial dan emosional yang sangat diperlukan di dunia kerja modern.
7. Dukungan Pemerintah dan Kerja Sama Pihak Swasta