Indonesia saat ini tengah berusaha menjalankan berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk meningkatkan infrastruktur dan perekonomian nasional. Proyek-proyek ini, yang meliputi sektor transportasi, energi, perindustrian, dan pertanian, diarahkan untuk mendorong pembangunan di seluruh pelosok tanah air. Sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk menjawab Amanat Penderitaan Rakyat (AMPERA), PSN bertujuan untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah dan menciptakan kesempatan ekonomi bagi masyarakat. Namun, ada berbagai tantangan dan kritik yang muncul terkait implementasi PSN ini, terutama dalam memastikan proyek tersebut sejalan dengan kepentingan masyarakat luas.
Pada 2024, pemerintah Indonesia menargetkan untuk menyelesaikan 58 proyek strategis yang masuk dalam daftar PSN. Proyek-proyek ini mencakup Kawasan Industri di Sulawesi Tengah, pembangunan MRT Jakarta fase kedua, hingga proyek energi terbarukan yang tersebar di berbagai provinsi. Selain itu, proyek PSN lainnya seperti Kawasan Industri Pulau Galang di Kepulauan Riau dan kawasan pariwisata Pantai Indah Kapuk (PIK) Tropical Concept yang didanai oleh investor swasta menunjukkan bahwa pemerintah berupaya mengundang investasi swasta untuk turut serta membangun negeri tanpa membebani anggaran negara secara penuh.
Di satu sisi, PSN berpotensi memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi lokal, terutama melalui penciptaan lapangan kerja. Pembangunan MRT Jakarta, misalnya, diperkirakan akan membawa dampak positif bagi bisnis lokal di sepanjang rute transportasi ini, serta mendorong peningkatan nilai properti di sekitarnya. Proyek MRT, yang direncanakan selesai pada 2024, juga akan meningkatkan mobilitas masyarakat kota, mengurangi kemacetan, dan memperbaiki kualitas udara kota. Keberhasilan proyek ini dapat menjadi model untuk pembangunan transportasi publik di kota-kota besar lain di Indonesia.
Namun, di balik manfaat yang diusung, PSN juga menghadapi tantangan besar, baik dari segi sosial, lingkungan, maupun pembiayaan. Salah satu contoh nyata adalah proyek food estate di Papua yang dikritik keras oleh masyarakat adat setempat. Mereka menganggap proyek tersebut mengancam kelestarian lingkungan, dan dilaksanakan tanpa konsultasi serta kajian dampak lingkungan yang komprehensif. Proyek ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara ambisi pembangunan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat lokal, yang sering kali merasa terpinggirkan dalam proses pembangunan yang masif.
Kritik lain terhadap PSN terkait dengan dampak sosialnya, terutama dalam hal pemindahan atau perubahan gaya hidup masyarakat lokal. Banyak PSN yang dilaksanakan di daerah-daerah agraris atau masyarakat adat yang memiliki keterikatan kuat terhadap tanah dan alam sekitar. Dengan adanya proyek seperti food estate dan Kawasan Industri, banyak masyarakat yang harus kehilangan tanah atau menghadapi perubahan besar dalam cara mereka bertani dan mencari nafkah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa PSN lebih berorientasi pada kepentingan investor besar daripada untuk kesejahteraan rakyat kecil, sebuah ironi yang justru berlawanan dengan semangat AMPERA yang berlandaskan pada keadilan sosial.
Masalah lain yang cukup krusial adalah terkait dengan pembiayaan PSN. Banyak proyek besar ini membutuhkan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga pemerintah terpaksa mengandalkan pembiayaan asing atau investor swasta. Ini membawa risiko meningkatnya utang negara dan ketergantungan pada investor asing. Menurut laporan terbaru, pemerintah telah menargetkan sebagian besar proyek dibiayai oleh pihak swasta, namun realisasinya sering kali lebih rumit dari yang direncanakan. Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa keberlanjutan keuangan jangka panjang negara bisa terganggu jika utang terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan PSN.
Selain dampak lingkungan dan sosial, PSN juga dipengaruhi oleh ketidakpastian regulasi dan birokrasi yang masih menjadi kendala besar di Indonesia. Banyak investor yang mempertimbangkan kembali keterlibatan mereka dalam proyek infrastruktur besar ini karena lambatnya proses perizinan dan kurangnya kepastian hukum. Hal ini menurunkan kepercayaan dan minat investor, yang pada akhirnya berpotensi menghambat penyelesaian proyek tepat waktu. Untuk itu, diperlukan reformasi birokrasi yang menyeluruh agar investasi dan pembangunan infrastruktur bisa berjalan lebih efisien.
Amanat Penderitaan Rakyat yang mestinya tertuang dalam tujuan PSN harus benar-benar diwujudkan dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat kecil, bukan hanya untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi semata. Evaluasi dan monitoring yang berkelanjutan terhadap dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari PSN sangat penting dilakukan, agar proyek-proyek besar ini tidak menjadi beban bagi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan juga menjadi langkah penting untuk memastikan agar PSN berjalan sesuai kebutuhan dan harapan rakyat.
Sebagai penutup, meskipun Proyek Strategis Nasional memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, kesuksesan proyek ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah menyeimbangkan antara ambisi pembangunan dan dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat kecil. Pemerintah harus menegaskan bahwa PSN adalah bagian dari upaya mewujudkan Amanat Penderitaan Rakyat, dan bukan hanya untuk memenuhi ambisi investor atau menambah angka pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, PSN bisa menjadi katalisator yang memperkuat struktur ekonomi bangsa tanpa mengorbankan hak-hak dan kesejahteraan rakyat kecil.
Dalam menjalankan PSN, transparansi dan keterlibatan publik menjadi elemen penting yang harus diutamakan. Partisipasi aktif dari masyarakat akan memperkecil kesenjangan antara kebijakan pembangunan dan kebutuhan nyata di lapangan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan PSN benar-benar bisa mencerminkan semangat AMPERA dan menjadi solusi untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat luas.