Marhaenisme, yang diperkenalkan oleh Bung Karno sebagai gagasan berbasis keadilan sosial dan ekonomi untuk kaum jelata, memiliki sejumlah keselarasan dengan prinsip-prinsip Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam terkemuka di Indonesia. Keterkaitan ini tidak hanya menyangkut aspek sosial, tetapi juga nilai dasar teologi Islam yang dianut oleh Muhammadiyah, yakni membantu dan membebaskan kaum tertindas dari kemiskinan dan ketidakadilan. Pemikiran Marhaen ini tercermin dalam filosofi "teologi Al-Ma'un" yang diusung Muhammadiyah, yang menggarisbawahi pentingnya aksi nyata untuk menolong kaum miskin dan yatim.
Teologi Al-Ma'un dan Relevansi Marhaenisme
Gagasan teologi Al-Ma'un menekankan penerapan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam konteks sosial, dengan dasar utama pada Surat Al-Ma'un. Surat ini mengajarkan pentingnya kepedulian terhadap fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang terpinggirkan, seruan yang sejalan dengan prinsip Marhaenisme yang ingin menuntaskan ketimpangan sosial. Dalam pandangan Muhammadiyah, menolong yang lemah bukan hanya soal kedermawanan, tetapi sebuah kewajiban moral yang harus ditunaikan sebagai bagian dari iman.
Kontribusi Muhammadiyah pada Kesejahteraan Sosial
Dalam praktiknya, Muhammadiyah telah aktif memperjuangkan kesejahteraan sosial melalui berbagai lembaga pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Hingga tahun 2024, Muhammadiyah telah mendirikan lebih dari 400 rumah sakit, puluhan ribu sekolah, serta perguruan tinggi, seperti Universitas Muhammadiyah. Pendekatan organisasi ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan menciptakan perubahan sosial yang berkesinambungan. Pendekatan ini sejalan dengan semangat Marhaen yang menekankan pentingnya kemandirian rakyat kecil dalam mencapai keadilan sosial.
Kemandirian Ekonomi dan Perjuangan Melawan Kapitalisme
Gagasan Bung Karno tentang Marhaenisme juga berfokus pada pembebasan dari sistem kapitalisme yang menindas. Muhammadiyah melihat isu ini relevan dan mendorong kemandirian ekonomi di kalangan umat Islam melalui inisiatif seperti pemberdayaan UMKM, koperasi, dan unit-unit bisnis berbasis syariah. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang berlandaskan pada nilai Islam serta memperkuat sektor ekonomi lokal agar masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada sistem kapitalisme global yang tidak adil.
Peran Milad Muhammadiyah ke-111: Menjaga Lingkungan dan Sosial
Pada Milad Muhammadiyah yang ke-111, organisasi ini menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup dan mengatasi krisis iklim sebagai bentuk kontribusi terhadap kesejahteraan dunia. Muhammadiyah menyadari bahwa perubahan iklim memiliki dampak langsung terhadap masyarakat kecil yang kehidupannya bergantung pada alam. Kepedulian terhadap alam ini beriringan dengan ajaran Marhaen yang peduli pada kesejahteraan dan lingkungan hidup.
Kolaborasi Muhammadiyah dan Kaum Marhaen di Era Modern
Kedekatan ideologis ini menjadi landasan bagi Muhammadiyah dalam memperkuat langkah-langkah sosial-ekonomi yang membantu masyarakat, sesuai dengan tujuan Marhaenisme yang ingin mengangkat martabat rakyat jelata. Muhammadiyah juga membuka kesempatan bagi anak-anak muda dan intelektual Muslim untuk berkontribusi melalui berbagai organisasi otonomnya, seperti Pemuda Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah atau organisasi nasionalis seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI), Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM), Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI), Dan Pemuda Demokrat Indonesia (PDI). Dengan demikian, semangat Marhaen Muhammadiyah dapat menjadi kekuatan dalam melawan ketidakadilan, kemiskinan, dan ketimpangan sosial di Indonesia.