Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Marhaenisme dan Omnibus Law: Perspektif Marhaenis terhadap Keadilan Sosial

28 Oktober 2024   21:21 Diperbarui: 28 Oktober 2024   21:25 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Omnibus Law, terutama Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), adalah regulasi yang kompleks dan kontroversial. Ditetapkan dengan tujuan menarik investasi asing dan menciptakan lapangan kerja, UU Ciptaker menimbulkan kekhawatiran dari sudut pandang keadilan sosial, terutama di kalangan pendukung Marhaenisme yang memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Ideologi Marhaenisme, yang dicanangkan oleh Soekarno, menekankan perjuangan untuk melindungi kaum marhaen -- rakyat kecil yang sering kali menjadi korban ketidakadilan ekonomi dan sosial. Dengan menganalisis dampak dari UU Ciptaker, kita dapat melihat ketidakseimbangan yang ada dan sejauh mana UU ini memenuhi harapan rakyat kecil.

Landasan Marhaenisme dalam Keadilan Sosial

Marhaenisme, berakar pada pemikiran Soekarno, mengacu pada perjuangan untuk mengangkat derajat rakyat kecil agar mampu hidup layak dan merdeka dalam hal ekonomi. Dalam konteks ini, "marhaen" bukan hanya identitas kelas sosial, tetapi juga representasi dari petani, buruh, dan rakyat kecil lainnya yang bekerja keras tetapi terpinggirkan oleh sistem ekonomi yang tidak adil. Marhaenisme menekankan pentingnya pemerataan ekonomi yang menjunjung nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat, di mana kepentingan rakyat kecil menjadi prioritas dalam pembuatan kebijakan.

Omnibus Law dan Isu Keadilan Ekonomi

Omnibus Law, dengan fokus pada deregulasi dan efisiensi, bertujuan untuk menarik investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, banyak pihak menilai bahwa UU Ciptaker lebih menguntungkan pemilik modal besar daripada rakyat kecil. Salah satu isu utama adalah fleksibilitas ketenagakerjaan yang dianggap merugikan buruh. Dalam UU Ciptaker, ketentuan mengenai waktu kerja, hak pesangon, dan status pekerja kontrak dibuat lebih longgar, yang dinilai mengurangi keamanan kerja bagi buruh.

Data menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data Gini Ratio yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, ketimpangan di Indonesia berada pada angka 0,381 -- angka yang masih menunjukkan ketimpangan cukup tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, distribusi kekayaan masih tidak merata. Dalam kerangka Marhaenisme, UU yang memperbesar keuntungan korporasi tanpa perlindungan yang cukup bagi pekerja dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil.

Dampak UU Ciptaker pada Petani dan Pekerja Informal

Petani dan pekerja sektor informal juga terkena dampak Omnibus Law. Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah soal akses terhadap lahan dan hak milik tanah. UU Ciptaker mempermudah prosedur perizinan bagi investor untuk menguasai lahan, yang meningkatkan risiko penggusuran bagi petani kecil dan masyarakat adat. Fakta ini membuat kaum Marhaenis khawatir akan semakin sempitnya ruang bagi petani untuk mempertahankan hak atas tanah mereka, yang merupakan sumber kehidupan mereka.

Menurut data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), kasus konflik agraria pada tahun 2022 mencapai angka lebih dari 200 kasus, dengan ribuan hektar lahan bersengketa antara masyarakat dan perusahaan. Dengan Omnibus Law yang memperlonggar aturan kepemilikan lahan, kondisi ini berpotensi semakin parah dan menimbulkan ketimpangan agraria yang semakin dalam, jauh dari cita-cita Marhaenisme yang menginginkan rakyat kecil memiliki hak atas alat produksi.

Omnibus Law dan Perlindungan Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun