Dalam sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, Sumpah Pemuda yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928 sering dianggap sebagai tonggak utama dalam pembentukan identitas nasional Indonesia. Tiga butir ikrar yang terkenal itu menegaskan persatuan bahasa, bangsa, dan tanah air Indonesia. Namun, sebelum Sumpah Pemuda, ada Manifesto Politik 1925 yang kurang dikenal tetapi berperan besar dalam membangun pondasi kesadaran nasional. Pertanyaannya adalah, apakah Sumpah Pemuda 1928 hanya melanjutkan Manifesto 1925, atau adakah perbedaan signifikan di antara keduanya?
Latar Belakang Manifesto Politik 1925
Manifesto 1925 adalah deklarasi yang digagas oleh Perhimpunan Indonesia (PI), organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda. Organisasi ini awalnya didirikan sebagai perkumpulan mahasiswa biasa bernama Indische Vereeniging, tetapi dengan perubahan nama menjadi Perhimpunan Indonesia pada tahun 1922, mereka mulai menunjukkan sikap yang lebih kritis terhadap penjajahan Belanda. Manifesto Politik 1925 menyatakan bahwa perjuangan bangsa Indonesia harus berfokus pada pencapaian kemerdekaan penuh. Dalam dokumen ini, PI mendesak rakyat Indonesia untuk meninggalkan sistem kolonial dan membangun negara sendiri.
Manifesto 1925 juga menunjukkan pergeseran arah dalam gerakan kemerdekaan. Sebelumnya, upaya nasionalisme cenderung mendekati tujuan gradualis seperti reformasi pendidikan atau ekonomi, tetapi PI dengan tegas menyatakan bahwa hanya kemerdekaan yang harus menjadi tujuan akhir. Tokoh-tokoh seperti Mohammad Hatta, Iwa Kusuma Sumantri, Dan Sartono yang terlibat dalam PI mulai mengenalkan ide tentang identitas nasional yang tidak hanya berdasarkan kebudayaan atau etnis, tetapi juga tentang kesadaran politik terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Kemiripan Manifesto 1925 dan Sumpah Pemuda 1928
Ada beberapa kesamaan mendasar antara Manifesto 1925 dan Sumpah Pemuda 1928, khususnya dalam hal tujuan nasionalisme. Kedua dokumen ini mendesak rakyat Indonesia untuk memandang dirinya sebagai bagian dari satu bangsa, terlepas dari latar belakang etnis atau agama. Seperti halnya Manifesto 1925, Sumpah Pemuda juga menekankan bahwa bangsa Indonesia harus bersatu di bawah satu negara, satu bangsa, dan satu bahasa.
Namun, Manifesto 1925 lebih berfokus pada aspek politik, menyoroti kebutuhan untuk membebaskan diri dari kolonialisme Belanda secara langsung. Di sisi lain, Sumpah Pemuda lebih berorientasi pada identitas kultural---menyatukan berbagai suku dan etnis dalam satu kesadaran kebangsaan melalui ikatan bahasa dan tanah air. Hal ini menandakan bahwa keduanya memang memiliki visi yang sejalan dalam hal persatuan bangsa, tetapi dengan pendekatan yang sedikit berbeda.
Perbedaan Antara Manifesto 1925 dan Sumpah Pemuda 1928
Manifesto 1925 diinisiasi oleh kaum intelektual yang lebih berorientasi pada pergerakan politik luar negeri dan berpendidikan tinggi di Eropa. PI memiliki akses ke dunia internasional dan berusaha mendapatkan simpati dari kalangan sosialis dan aktivis anti-kolonialisme di seluruh dunia. Dengan mengadopsi ide-ide dari gerakan sosialisme global, Manifesto 1925 membangkitkan kesadaran bahwa perjuangan bangsa Indonesia merupakan bagian dari perjuangan global melawan imperialisme.
Sebaliknya, Sumpah Pemuda 1928 berakar pada gerakan nasionalis yang tumbuh di dalam negeri, yang melibatkan tokoh-tokoh pemuda dari berbagai daerah. Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda mempertemukan berbagai organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Ambon, dan Jong Sumatranen Bond yang, meski memiliki misi lokal, bersedia melepaskan ego kedaerahan mereka demi kesatuan bangsa. Proses ini berperan penting dalam memperkuat identitas nasional yang lebih luas, yang bisa dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.