Menemukan kembali sebuah surat suara Pemilu 1999 adalah pengalaman yang memunculkan berbagai perasaan, mulai dari kebahagiaan hingga nostalgia.
Surat suara ini bukan sekadar secarik kertas, tetapi juga simbol perjalanan sejarah Indonesia menuju demokrasi yang lebih terbuka setelah berakhirnya era Orde Baru.
Pemilu 1999 menjadi pemilu pertama yang berlangsung dengan lebih bebas, transparan, dan memungkinkan masyarakat untuk memilih berbagai partai politik yang baru muncul setelah 32 tahun di bawah sistem otoritarian. Memegang surat suara dari pemilu ini mengingatkan saya pada euforia masyarakat kala itu dan semangat baru yang muncul di era reformasi.
Saat saya memegang lagi surat suara Pemilu 1999 ini kembali, saya merasakan seolah saya dibawa kembali ke tahun-tahun penuh harapan dan optimisme dan saya waktu itu masih berumur 4 tahun, sempat juga mengikuti kampanye salah satu parpol besar kala itu.
Saat itu, masyarakat Indonesia baru saja keluar dari masa-masa sulit, di mana kebebasan berpendapat dan berpolitik dibatasi. Peristiwa reformasi 1998 membuka ruang bagi partisipasi politik yang lebih besar, yang selama puluhan tahun dibatasi hanya untuk beberapa partai politik yang disetujui pemerintah.Â
Pemilu 1999, sebagai pemilu pasca-reformasi, disambut dengan penuh antusias oleh masyarakat yang ingin terlibat dalam menentukan masa depan bangsa dengan lebih leluasa.
Surat suara Pemilu 1999 juga mengingatkan kita pada keberagaman partai politik yang berpartisipasi saat itu. Terdapat 48 partai politik yang bertarung dalam pemilu ini, sebuah peningkatan drastis dibandingkan masa Orde Baru yang hanya mengizinkan tiga partai utama---Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang pada 1999, ikut kembali tanpa melalui tahapan verifikasi administrasi maupun faktual.
Keberadaan begitu banyak partai memberikan pilihan yang lebih luas bagi masyarakat, dan memungkinkan suara mereka untuk lebih terdengar. Surat suara itu sendiri penuh warna dan logo partai, sebuah pemandangan yang belum pernah dilihat dalam pemilu-pemilu sebelumnya.
Melihatnya kembali, saya teringat bagaimana setiap logo dan nama partai membawa semangat dan cita-cita tersendiri yang diharapkan bisa terwujud melalui perwakilan mereka di parlemen.