Pemikiran Bung Karno mengenai kesejahteraan rakyat sangatlah mendalam dan relevan untuk menjawab tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi Indonesia hingga saat ini. Sebagai Bapak Proklamator, pemikiran Bung Karno tentang kesejahteraan rakyat bukan hanya sebatas konsep, tetapi juga merupakan cita-cita revolusioner yang terintegrasi dalam filosofi Pancasila, khususnya sila kelima: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Dalam pandangan Bung Karno, kesejahteraan bukanlah sebatas pemenuhan kebutuhan materi, melainkan juga tentang keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia.
Dimensi Kesejahteraan dalam Pemikiran Bung Karno
Bung Karno meyakini bahwa kesejahteraan rakyat hanya dapat dicapai jika struktur sosial-ekonomi yang adil dan merata diwujudkan. Dalam pidatonya yang terkenal, "Takari (Tahun Berdikari)", ia menekankan tiga aspek utama yang dianggap sebagai syarat fundamental untuk mencapai kesejahteraan rakyat: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga prinsip ini berakar pada keinginannya untuk membebaskan Indonesia dari ketergantungan ekonomi dan politik pada negara asing serta menciptakan struktur ekonomi yang memprioritaskan rakyat kecil.
Secara ekonomi, Bung Karno mengecam kapitalisme dan imperialisme yang menurutnya hanya memperkaya segelintir orang dan menciptakan kesenjangan sosial yang lebar. Ia lebih mempromosikan apa yang ia sebut sebagai "Ekonomi Gotong Royong" atau Ekonomi Terpimpin di mana seluruh komponen masyarakat bekerja sama untuk mencapai kesejahteraan kolektif. Konsep ini berusaha untuk mengurangi kesenjangan antara yang kaya dan miskin dengan memastikan bahwa sumber daya alam dan ekonomi nasional dikelola untuk kepentingan rakyat.
Tantangan Kesejahteraan Rakyat di Indonesia Saat Ini
Meskipun pemikiran Bung Karno mengenai kesejahteraan sangat visioner, realitas di Indonesia saat ini masih jauh dari cita-citanya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2023 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada di angka 9,57%, atau sekitar 26,36 juta orang. Sementara itu, angka ketimpangan ekonomi yang diukur melalui rasio Gini berada pada angka 0,384. Meskipun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, ketimpangan ini tetap menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup serius antara kelompok kaya dan miskin di Indonesia.
Salah satu faktor yang mempengaruhi ketimpangan ini adalah kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya berpihak pada rakyat kecil. Dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ekonomi yang pro-investasi asing dan pasar bebas justru memperburuk kondisi rakyat marhaen. Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020, misalnya, banyak dikritik karena dianggap menguntungkan para pengusaha besar dan melemahkan perlindungan hak-hak buruh. Hal ini bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang diusung oleh Bung Karno.
Kebutuhan Mendekatkan Kembali Pada Pemikiran Bung Karno
Untuk menjawab tantangan kesejahteraan rakyat saat ini, penting untuk kembali mengevaluasi kebijakan ekonomi dan sosial dengan merujuk pada pemikiran Bung Karno. Pertama, pentingnya kemandirian ekonomi. Dalam era globalisasi yang semakin kompleks, Indonesia harus mampu berdikari dan tidak tergantung pada impor serta modal asing yang berpotensi menghilangkan kendali nasional atas perekonomian. Sejalan dengan pandangan Bung Karno, sektor-sektor strategis seperti pangan, energi, dan infrastruktur harus dikendalikan oleh negara dan dikelola untuk kepentingan rakyat.
Kedua, ekonomi harus berorientasi pada rakyat, bukan hanya pada pertumbuhan angka-angka makro. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama 2024 mencapai 5,17% menurut data BPS, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kekayaan yang dihasilkan oleh pertumbuhan ekonomi ini tidak terdistribusi secara merata, sehingga hanya dinikmati oleh kelompok elit. Pemikiran Bung Karno tentang "Marhaenisme" sangat relevan dalam hal ini, di mana negara harus lebih berpihak kepada kaum marhaen atau rakyat kecil.