Dalam konteks hubungan dan seksualitas, perempuan sering kali menjadi objek penindasan dalam sistem sosial yang tidak adil. Kapitalisme, dengan segala aspek patriarkal yang melekat di dalamnya, telah membentuk relasi gender yang timpang, di mana perempuan kerap kali terpinggirkan atau dirugikan. Sebaliknya, sosialisme menjanjikan tatanan yang lebih setara, di mana penindasan berbasis kelas dan gender dihapuskan. Salah satu dampak positif dari tatanan sosialisme adalah ruang yang lebih aman, setara, dan penuh penghargaan bagi perempuan dalam menjalani hubungan, termasuk dalam bercinta. Artikel ini akan menjelaskan mengapa sosialisme menawarkan lingkungan yang lebih baik bagi perempuan dalam hal seksualitas, menggunakan data dan perspektif yang komprehensif.
1. Penghapusan Eksploitasi Ekonomi dan Seksual
Sosialisme secara mendasar menolak eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual. Di bawah kapitalisme, tubuh perempuan sering kali dikomodifikasi. Industri pornografi dan iklan sering mengeksploitasi citra perempuan untuk keuntungan ekonomi, yang menciptakan pandangan bahwa tubuh perempuan adalah objek yang bisa diperjualbelikan. Sebuah studi oleh The University of Melbourne pada tahun 2019 menemukan bahwa perempuan dalam kapitalisme rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi seksual karena ketimpangan ekonomi dan kekuasaan yang melekat .
Dalam masyarakat sosialis, nilai-nilai ini ditiadakan karena tujuan utama sosialisme adalah kesejahteraan bersama, bukan keuntungan pribadi. Dengan penghapusan eksploitasi ekonomi, perempuan di bawah sosialisme memiliki kemandirian ekonomi yang lebih besar, yang pada gilirannya memungkinkan mereka mengontrol sepenuhnya tubuh dan seksualitas mereka. Bercinta bukan lagi soal kekuasaan atau transaksi, melainkan tindakan mutualisme yang setara.
2. Kesejahteraan Sosial yang Lebih Baik Mendorong Relasi yang Sehat
Sistem kapitalisme tidak hanya mengeksploitasi pekerja tetapi juga memperdalam ketidaksetaraan gender melalui minimnya akses perempuan terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan. Sosialisme, di sisi lain, menawarkan kesejahteraan sosial yang inklusif, di mana perempuan mendapatkan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual yang komprehensif.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa negara-negara dengan kebijakan sosialis atau berbasis kesejahteraan sosial, seperti Swedia dan Norwegia, memiliki tingkat kesejahteraan kesehatan reproduksi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan negara kapitalis . Di negara-negara ini, pendidikan seksual menyeluruh adalah bagian dari kurikulum nasional, sehingga perempuan dibekali pengetahuan untuk mengontrol tubuh mereka dan menjalani hubungan yang lebih sehat.
Kesehatan reproduksi yang lebih baik berarti perempuan lebih memahami kebutuhan dan keinginan mereka dalam hubungan seksual, mengurangi kemungkinan mereka terlibat dalam relasi yang merugikan atau tidak aman. Dengan kata lain, bercinta di bawah sosialisme adalah tentang kesetaraan, pengertian, dan penghormatan terhadap hak-hak reproduksi perempuan.
3. Penghapusan Patriarki dalam Relasi Gender
Kapitalisme dan patriarki berjalan beriringan. Kapitalisme mengandalkan struktur keluarga tradisional di mana perempuan sering kali ditempatkan dalam posisi subordinat. Banyak perempuan harus mengorbankan karier atau kemandirian mereka untuk mendukung rumah tangga atau pasangan. Hal ini menciptakan ketergantungan ekonomi dan kekuasaan, yang sering kali mengarah pada ketidakadilan dalam hubungan, termasuk dalam hal seksualitas.