Infrastruktur yang kurang memadai juga berdampak pada pemasaran hasil panen. Petani sering kali mengalami kesulitan menjual produk mereka karena akses ke pasar yang terbatas, sehingga harga yang diterima jauh lebih rendah daripada harga di pasar kota. Fenomena ini menambah panjang rantai distribusi yang mengurangi keuntungan petani.
Program Reforma Agraria yang Masih Tersendat
Untuk mengatasi masalah ketimpangan penguasaan lahan dan meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah sebenarnya telah mencanangkan program reforma agraria yang bertujuan untuk redistribusi lahan kepada petani kecil. Namun, menurut data KPA, realisasi program ini masih jauh dari target. Dari 9 juta hektar lahan yang dijanjikan dalam reforma agraria, hingga tahun 2023, baru sekitar 4 juta hektar yang berhasil didistribusikan. Lambatnya proses redistribusi ini menjadi penghalang utama bagi petani kecil untuk memperluas lahan garapan dan meningkatkan produktivitas.
Selain itu, reforma agraria juga dihadapkan pada masalah konflik agraria yang terus meningkat. Pada tahun 2023, tercatat 273 konflik agraria yang melibatkan petani, perusahaan, dan pemerintah. Konflik ini sering kali berakhir dengan penggusuran paksa petani dari lahan yang mereka garap, menambah jumlah petani tanpa lahan yang berujung pada kemiskinan struktural.
Solusi yang Perlu Didorong
Melihat kondisi tersebut, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan kesejahteraan petani dan desa. Pertama, percepatan redistribusi lahan melalui program reforma agraria harus menjadi prioritas utama pemerintah. Redistribusi ini harus dilakukan secara transparan dan adil, sehingga petani kecil benar-benar mendapatkan akses terhadap lahan yang produktif.
Kedua, stabilitas harga komoditas pertanian perlu dijaga melalui kebijakan yang lebih proaktif, seperti penetapan harga dasar yang lebih tinggi dan pembentukan badan penyangga pangan yang efektif. Pemerintah juga harus memastikan distribusi subsidi, terutama pupuk dan benih, berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
Ketiga, pembangunan infrastruktur pedesaan, terutama irigasi dan akses transportasi, harus ditingkatkan. Investasi pada teknologi pertanian modern juga harus didorong, sehingga petani bisa meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka di pasar.
Kesimpulan
Meskipun sudah 64 tahun berlalu sejak Hari Tani Nasional pertama kali diperingati, petani Indonesia masih menghadapi banyak tantangan yang membuat mereka terjebak dalam kemiskinan. Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk mewujudkan kesejahteraan yang sejati bagi petani dan desa. Hanya dengan langkah-langkah yang konkret, keadilan agraria yang diimpikan sejak 1960 bisa terwujud, dan petani dapat terbebas dari belenggu kemiskinan.